Tolak IPAL, Warga Gampong Pande Surati Menteri PUPR

Share

Nukilan.id – Warga Gampong (Desa) Pande Kecamatan Kutaraja Kota Banda Aceh menolak pembangunan Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) di lokasi penemuan situs sejarah dan telah menyurati Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia (PUPR-RI).

“Kami warga menolak pembangunan IPAL karena di situ banyak terdapat situs sejarah yang dibuktikan dengan makam kuno,” kata Ketua Forum Masyarakat Penyelamat Situs Sejarah Gampong Pande (Formasigapa) Ahmad Nawawi, Banda Aceh, Selasa (16/3/2021).

Baca juga: BPSDM Aceh: Pendaftaran Beasiswa Telah Dibuka, Kuota 2.120 Orang

Sebelumnya, Pemerintah Kota Banda Aceh kembali melanjutkan pembangunan proyek IPAL di Gampong Pande kota setempat yang sempat terhenti karena banyak ditemukan situs bersejarah seperti nisan makam raja dan ulama Aceh.

Rencana pemerintah tersebut, menuai kritikan serta penolakan dari berbagai kalangan masyarakat Aceh, terutama masyarakat, budayawan, keturunan raja-raja Aceh dan anggota legislatif setempat.

Nawawi mengatakan, masyarakat secara resmi melalui Formasigapa juga telah menyurati Menteri PUPR RI c/q Direktur Jenderal (Dirjen) Cipta Karya dengan nomor 001/GP-F/III/2021 tentang penolakan dan pemberhentian pembangunan IPAL di lokasi bersejarah tersebut.

Baca juga: Peduli Situs, MAA Banda Aceh Ziarah ke Makam Ulama di Gampong Pande

Nawawi menyampaikan, melalui surat tersebut mereka menjelaskan beberapa poin dan alasan penolakan kelanjutan pembangunan IPAL tersebut. Diantaranya karena kawasan itu merupakan kota tua yang terbenam sejarah masa lalu. Terbukti setelah adanya benda-benda bersejarah yang muncul pasca tsunami Aceh.

“Di areal pembangunan tersebut juga sudah ditemukan makam kuno sehingga memancing kericuhan masyarakat Aceh untuk menghentikan pembangunan dan menyelamatkan temuan nisan berusia ratusan tahun itu,” ujarnya.

Kemudian, lanjut Nawawi, pada November 2017 lalu, Gubernur Aceh Irwandi Yusuf setelah meninjau lokasi juga mendukung penghentian dan meminta untuk memindahkan lokasi bangunan IPAL tersebut.

Pembangunan IPAL dinilai dapat merusak dan menghilangkan jejak-jejak peradaban islam, serta hilangnya identitas sejarah Aceh, karena lokasi tersebut merupakan titik nol Kota Banda Aceh, dan banyaknya para ulama serta bangsawan Aceh masa lalu.

Baca juga: Forum Interaksi Mahasiswa Minta Pemko Banda Aceh Relokasikan Proyek IPAL

“Bahwa berdasarkan penemuan masyarakat, di tempat tersebut masih banyak ditemukan situs-situs bersejarah dan makam-makam kuno,” kata Nawawi.

Menurut Nawawi, penghilangan situs sejarah merupakan salah satu pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) sebagaimana diatur pada pasal 6 ayat 1 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. Di mana perbedaan dan kebutuhan dalam masyarakat hukum adat harus diperhatikan, dilindungi oleh hukum, masyarakat dan pemerintah.

Karena itu, kata Nawawi, pihaknya meminta Menteri PUPR khususnya Dirjen Cipta Karya untuk dapat menghentikan pembangunan IPAL tersebut dan mengalihkannya ke lokasi lain agar tidak menimbulkan kericuhan dan kegaduhan dalam masyarakat.

“Kami tegaskan bahwa kami bukan menolak pembangunan IPAL, tetapi lokasi pembangunannya yang kami tolak karena di sana banyak ditemukan situs sejarah,” jelas Nawawi.

Sementara itu, Wali Kota Banda Aceh Aminullah Usman menyatakan komitmen untuk melestarikan situs sejarah dan cagar budaya yang ada di Banda Aceh.

“Pembangunan IPAL itu sudah dilakukan sejak 2015 dan pelaksanaannya 2016 sebelum dirinya menjabat wali kota, dan mungkin sudah dilakukan kajian sebelumnya,” kata Aminullah Usman, Senin (15/3/2021).

Baca juga: HIMPASAY: Pemerintah Aceh Fokus Tangani Pencemaran Lingkungan

Dalam hal ini, lanjutnya – kita hanya melanjutkan saja proyek ini, dengan sudah melakukan survei yang melibatkan semua elemen dari pemerintahan, para warga, Tim Arkeologi, TACB (Tim Ahli Cagar Budaya), BPCB (Badan Pelestarian Cagar Budaya) Aceh.

Untuk diketahui bahwa, Pemerintah Kota Banda Aceh pada tahun 2017 lalu menghentikan sementara pembangunan IPAL yang berlokasi di Gampong Pande Kecamatan Kutaraja Kota Banda Aceh tersebut.

Penghentian itu terpaksa lakukan karena banyak penemuan situs sejarah seperti batu nisan yang diduga milik para raja-raja masa kerajaan Aceh. Namun, kini kembali dilanjutkan.[]

Surat Pernyataan Warga Gampong Pande Menolak IPAL

Baca juga: 4 Tuntutan APBDES Kepada Bupati dan DPRK Aceh Tenggara

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News