Nukilan.id – Aliansi Buruh Aceh (ABA) menggelar aksi unjuk rasa di Tugu simpang Lima Banda Aceh dan Kantor Gubernur Aceh, Rabu (17/11/2021) pagi.
Ada tiga tuntutan ABA kepada Gubernur dan DPRA Aceh, yaitu:
Pertama. Mendesak Gubernur Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) segera melakukan revisi qanun Aceh nomor 7 tahun 2014 tentang ketenagakerjaan dan perlindungan yang menyuluruh bagi seluruh pekerja/buruh di Aceh.
Kedua. Menuntut Gubernur Aceh untuk menaikan/menyusuaikan UMP Aceh tahun 2022 sebesar Rp. 3.618.261. Sesuai dengan rata-rata hasil survei KLH di 9 Kabupaten/Kota.
Ketiga. Menolak Undang-Undang (UU) nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Omnibus Low) serta seluruh aturan turunan di bawahnya.
“Secara rasional kita bisa berharap kepada Gubernur selaku pengambil kebijakan di Provinsi Aceh, agar bisa menaikkan UMP buruh Aceh pada angka 5-7 persen,” ungkap Koordinator ABA, Rahmat Kurniadi kepada Nukilan.id di sela aksi unjuk rasa di Banda Aceh.
Selain itu, Rahmat menjelaskan, dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 78 tahun 2015 menyatakan bahwa, mekanisme kenaikan UMP provinsi sesuai nilai-nilai inflasi dan perkembangan ekonomi, dan itu berada pada angka 3,22 persen, dengan kenaikan UMP sekitar Rp. 101.000. Dan setelah dilakukan survei di 23 Kabupaten/Kota, Aceh berada pada angka 7-10 persen yang rata-rata pendapatannya itu sekitar Rp. 3.500.000.
“Jadi, jika tuntutan ini tidak berjalan sebagaimana mestinya, maka kita tidak akan tinggal diam. kita akan menuntut ke Mahkamah Konstitusi, karena dalam surat keputasan menteri, hal ini jelas melangar konstitusi perundang-undangan,” pungkas Rahmat. []
Reporter: Hadiansyah