Nukilan.id – Koordinator Masyarakat Tranfaransi Aceh (MaTA) Alfian mengatakan Terkait dana Pokir di Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) hanya ada dua kasus yang di sentuh oleh aparat penegak hukum yang lain tidak disentuh. Semenjak tahun 2010 dana pokir yang bergulir di Pemerintahan Aceh sampai sekarang.
Adapun kasus yang disentuh, pertama terkait kasus pembangunan Mesjid di Kabupaten Pidie tahun 2016 dan yang kedua di Tahun 2020 tentang biaya makan minum pesantren di Kabupaten Gayo Lues. Yang pada saat itu di audit langsung oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Aceh.
“Tapi posisi kasus kedua ini, anggota Dewan nya udah berakhir dari masa jabatan,” kata Koordinator MaTA, Alfian kepada Nukilan.id di Banda Aceh, Kamis (21/04/2022).
Sampai sekarang ini, jadi pertanyaan bagi saya. Sedangkan penyidik tahu ini sektor yang sangat rawan terjadinya tindak pidana korupsi, lalu kenapa penyidik tidak melakukan proses lidik terhadap kasus ini,” sebut Alfian.
Menurutnya, pokir ini sangat mudah untuk di selidiki, kalau saya katakan dana pokir ada proyek akal-akalan legislatif. Yang perlu kita ketahui hari ini per anggota DPRA ini anggrannya 20 M satu orang, lalu wakil ketua itu 80 M dan ketuanya sampai 140 Milyar.
“Semua orang percaya terjadi pemotongan di sektor ini, karena akan berbahaya kedepanya orang ingin maju sebagai DPR bukan lagi termotivasi memperjuangkan daerah konstituenya namun bagaimana mendapatkan dana Aspirasi sebanyak-banyaknya,” tegasnya.
Oleh karena itu, ini menjadi catatan yang sangat penting untuk dipertanyakan ke pihak aparat penegak hukum, kenapa ini tidak pernah disentuh.
Sehingga tidak ada kepastian penegakan hukum, terutama dalam kasus tindak pidana korupsi itu sangat tumpul, ini mengakibatkan kasus tidak ada kepastian hukum di Aceh. tuturnya.
Reporter : Hadiansyah