Nukilan.id – Partai Soliditas Independen Rakyat Aceh (SIRA) bersama tiga Partai Politik Lokal (Parlok) lainnya menyatakan keberatan kepada Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh jika proses tahapan verifikasi faktual keanggotaan dilakukan dengan langsung menghadirkan anggota partai di kantor tetap Parlok baik ditingkat Kabupaten/Kota maupun Kecamatan.
Hal itu berdasarkan surat pernyataan keberatan bersama, tanggal 19 Oktober 2022, yang ditandatangani 4 Pimpinan Parlok yaitu SIRA, PDA, PAS dan Gabthat, mereka menyatakan keberatan jika tahapan verifikasi keanggotaan dilakukan sebagaimana ketentuan Pasal 6 Ayat (4) Keputusan KIP Aceh Nomor 28 Tahun 2022 Tentang Perubahan Kedua atas Keputusan KIP Aceh Nomor 20 Tahun 2022.
Namun, mereka meminta KIP Aceh melakukan verifikasi faktual berdasarkan ketentuan Pasal 6 Ayat (1) Keputusan KIP Aceh Nomor 28 Tahun 2022 Tentang Perubahan Kedua atas Keputusan KIP Aceh Nomor 20 Tahun 2022.
Saat dikonfirmasi, Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai SIRA, Muslim Syamsuddin membenarkan bahwa pihaknya telah mengajukan surat penyataan keberatan atas proses tahapan verifikasi faktual yang dilakukan KIP Aceh.
“Kita meminta KIP Aceh dan KIP Kabupaten/Kota untuk melakukan verifikasi faktual sesuai dengan aturan undang-undang, artinya KIP sudah mengeluarkan instruksi kepada KIP Kabupaten/Kota untuk melakukan verifikasi faktual keanggotaan kepada sasaran keanggotaan Parlok,” kata Muslim kepada Nukilan, Jum’at (21/10/2022).
“Namun, di lapangan terjadi permintaan pengumpulan keanggotaan partai di kantor masing-masing partai, itulah yang membuat kami keberatan,” tambahnya.
Anggota Komisi V DPRA ini menjelaskan, dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU), Qanun Aceh dan surat edaran KIP Aceh yang menyatakan bahwa verifikasi faktual itu dilakukan ke sasaran keanggotaan partai di setiap alamat yang sudah terdaftar di akun Sistem Informasi Partai Politik (SIPOL).
“Jadi bukan dikumpulkan di kantor masing-masing,” ujar Muslim.
Ia berharap verifikasi faktual ini tidak memberatkan Parlok, apalagi partai lokal itu lahir karena adanya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh atau UUPA.
“Artinya kita Aceh ada sebuah kekhususan, maka manfaatkanlah kekhususan itu untuk kepentingan politik rakyat Aceh. Jangan sampai pemerintah pusat mengkebirikan peraturan-peraturan sudah ada dalam UUPA, dan termasuk KIP Aceh itu lahir karena kebijakan UUPA,” tegas Muslim.
“Kita meminta KIP Aceh khususnya kepada Parlok untuk bisa memanfaatkan kekhususan ini, jangan ada indikasi Parlok Aceh harus dihilangkan karena ini adalah hak konstitusional dari pada rakyat Aceh,” pungkasnya. [Hadiansyah]