Wednesday, May 15, 2024

Terkait Pembentukan Tim MoU, Pengamat: Itu Tidak Jelas, UUPA yang Harus Dihidupkan

Nukilan.id – Pembentukan Tim Pembinaan dan Pengawasan Pelaksanaan MoU Helsinki pada Sekretariat Lembaga Wali Nanggroe menuai polemik dan perbincangan hangat dikalangan masyarakat Aceh.

Banyak sekali pertanyaan yang muncul dari pembentukan Tim tersebut. Pengamat Kebijakan Politik dan Ekonomi Aceh Ariel Peusangan mengatakan pembentukan Tim Pembinaan dan Pengawasan Pelaksanaan MoU Helsinki itu tidak jelas dan sudah tidak relevan.

”Yang menjadi pertanyaan disini mengapa pembinaan, karena pembinaan ini bisa dikatakan sudah ada suatu tim yang sedang berjalan atau ada suatu penghambat dari realisasi MoU, sehingga perlu dibina, diawasi dan di evaluasi. Dan kalau berbicara kebutuhan administrative itu sama dengan berbicara ngaur. Dari tim pembinaan ini apa yang yang bisa dihasilkan, dari dulu sudah ada tim, tapi tidak pernah ada hasilnya selain menguras APBA untuk membiayainya,“ kata Ariel kepada media, Minggu (30/5/2021).

Harusnya, kata Ariel, untuk saat ini kita tidak perlu berbicara MoU, namun saat ini yang perlu kita bicarakan adalah UUPA Karena MoU Helsingki itu sudah selesai dengan lahirnya UUPA. Seperti yang kita ketahui saat ini esensi UUPA hanya dimaknai sebagai konstelasi politik perebutan kekuasaan oleh elit2 politik di Aceh bukan secara menyeluruh yaitu mulai dari penyelesaian turunan hukum pelaksanaan agenda-agenda pemerintahan Aceh seperti Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur semua Kekhususan Aceh.

“Apa eksitensi politik saat ini yang sedang diributkan dan sedang hangat diperbincangkan yaitu pilkada aceh 2022, saya setuju dan wajib aceh melaksanakan pilkada 2022, karena UUPA ini UU yang mengatur pelimpahan kewenangan dari pemerintah RI untuk Pemerintah Aceh bukan UU lex specialist pelaksanaan bidang kehidupan Negara atau bidang pengelolaan sumber daya Negara. Tapi UUPA itu adalah kesepakatan politik untuk mengakhiri sebuah konflik atau perang saat itu,“ tambahnya.

“Nah karena itu kesepakatan maka para pihak punya hak untuk mengajukan sesuatu persoalan tertentu agar disepakati bersama dan lahirlah UUPA. nah disini membentuk sebuah tim untuk mengawal dan mengevaluasi MoU itu hanya tindakan sia-sia dan tidak ada dasar hukum. Tapi tentang UUPA ini bagaimana realisasinya itu berdasarkan semangatnya yang ditransfer dari MoU itu, itu yang ingin kita sampaikan,“ lanjut Ariel.

Ia menjelaskan, produk yang dihasilkan MoU ini adalah UUPA. Karena UUPA ini sebagai produk hukum dari kompensasi politik dan juga terdapat kekhususan juga yang di atur untuk membangun bidang ekonomi secara desentralisasi atau disebut juga Otonomi Daerah, untuk Daerah saat ini semua daerah di Indonesia sekarang merujuk pada Otonomi Daerah dan dengan kewenangan melahirkan PERDA, kalau di Aceh khususnya disebut Qanun.

Aceh sendiri sebagai daerah Otonomi Khusus, tidak bisa lagi dicampuri oleh kebijakan pusat, namun ada pengecualian khusus yang disebut Kewenangan Pusat sebagai Kewenangan Administrasi sebuah Negara yang berhubungan dengan internasional, karena Aceh tidak memiliki hak itu, maka diambil haknya oleh pusat dan selain dari itu diberi kebijakan oleh pusat untuk Aceh mengelolanya sendiri.

“Gubernur Aceh yang menjadi kepala pemerintah Daerah secara Prerogratif dia berhak membentuk apapun nama timnya, tetapi berbicara untuk tim pembinaan MoU, Pengawasan MoU sudah tidak relevan lagi, tapi jika berbicara UUPA itu tidak perlu diawasi tapi actionnya dan upaya merealisasikannya yang diperlukan dan semua harus terlibat didalamnya,“ tambahnya.[]

spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Must Read

- Advertisement -spot_img

Related News

- Advertisement -spot_img