Friday, March 29, 2024

Staff Kemenkeu Bidang Komunikasi Strategis Bantah Informasi Hutang RI Capai Rp 17.500 Triliun.

Nukilan.id – Baru-baru ini beredar kabar diberbagai flatporm media sosial bahwa utang pemerintah telah mencapai Rp 17.500 triliun.

Menanggapi hal itu, salah satu staff Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo mengatakan bahwa informasi tersebut tidak benar sebagaimana yang beredar diberbagai flatporm media sosial.

“Tentu kita berpijak pada data resmi yang konsisten dipakai tahun ke tahun, rezim ke rezim,” kata Yustinus Prastowo.

Ia menyampaikan, sesuai dengan data yang dipublikasikan oleh Kementerian Keuangan, sejauh ini hutang pemerintah Indonesia pertanggal 31 Maret 2023 hanya sebesar Rp 7.879,07 triliun. Dirinya meyakinkan bahwa, rasio hutang tersebut terhadap produk domestik bruto (PDB) hanya sebesar 39,17%, yakni masih jauh dari bawah batas yang diperkenankan dalam Undang-undang Keuangan Negara dikisaran 60%.

“Sehingga tidak benar jika dikatakan utang pemerintah lebih dari 100% PDB (Rp 15.600 triliun),” ungkap Prastowo.

Ia menjelaskan, kewajiban kontinjensi adalah kewajiban potensial yang timbul dari peristiwa masa lalu dan keberadaannya menjadi pasti atau lebih pada peristiwa yang akan datang jadi tidak sepenuhnya berada dalam kendali pemerintah. Maka dari itu, harusnya kewajiban kontinjensi tidak disajikan didalam laporan neraca pemerintah, namun cukup diungkapkan dalam catatan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat untuk setiap kontinjensi pada akhir pelaporan.

Selanjutnya, Yustinus menuturkan, didalam Laporan keuangan pemerintah pusat sangat terlihat telah adanya penegasan terkait utang, terdapat beberapa entitas yang justru tidak termasuk kedalam kategori kewajiban kontijensi seperti BUMN, Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN BH), Pemda, dan BUMD dikarenakan tidak ada dalam cakupan LKPP.

“BUMN sendiri merupakan kekayaan negara yang dipisahkan menurut UU Keuangan Negara. Utang BUMN tentu menjadi kewajiban BUMN, bukan kewajiban pemerintah pusat, termasuk untuk pembayaran pokok utang dan bunganya,” tegasnya.

Ia memaparkan, jika utang BUMN akan dianggap sebagai kewajiban kontinjensi pemerintah, jika misalanya hal tersebut telah dijamin terlebih dahulu. Disisi lain, Kewajiban kontinjensi tersebut tidak sertamerta menjadi utang pemerintah sepanjang mitigasi risiko default (gagal bayar).

“Pemerintah terus berupaya memperbaiki sistem pengelolaan pensiun agar lebih baik dan memberikan manfaat yang optimal. Tata kelola program pensiun yang baru akan memperhatikan pembagian tanggung jawab pemerintah pusat dan pemerintah daerah secara adil dan akuntabel,” tutupnya.[CNBC]

Baca Juga: FPMPA: OJK dan Pemegang Saham Diminta Tolak Hasil Asesment Calon Dirut BAS

spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Must Read

- Advertisement -spot_img

Related News

- Advertisement -spot_img