NUKILAN.id | Banda Aceh – Isu childfree semakin menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat Indonesia. Fenomena ini banyak dikaitkan dengan faktor ekonomi, serta perubahan nilai sosial yang mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap peran anak dalam keluarga. Untuk menggali lebih dalam, Nukilan.id mewawancarai Masrizal, seorang sosiolog asal Aceh, yang memberikan perspektif tentang bagaimana budaya lokal dan global saling berinteraksi dalam keputusan memilih untuk tidak memiliki anak.
Menurut Masrizal, fenomena childfree ini tidak lazim bagi masyarakat Indonesia, yang cenderung mengedepankan nilai tradisional tentang keluarga besar.
“Di masyarakat Melayu (Indonesia), memiliki banyak anak sering dipandang sebagai berkah, karena ada anggapan bahwa banyak anak membawa banyak rezeki,” kata Masrizal kepada Nukilan.id, Kamis (21/11/2024).
Selain itu, Akademi Universitas Syiah Kuala ini mengatakan bahwa dalam pandangan masyarakat Melayu Muslim, memiliki anak dianggap sebagai investasi sosial yang penting untuk masa depan, terutama untuk merawat orang tua di hari tua.
“Pada masyarakat Melayu, terutama yang muslim, mereka memilih untuk punya anak karena pada saat mereka tua nanti mereka ada yang mengurusnya,” ungkapnya.
Masrizal juga menyoroti faktor luar yang turut mempengaruhi pandangan ini. Ia menyebutkan bahwa sebagian perempuan, khususnya yang berpendidikan tinggi dan berkesempatan melakukan perjalanan ke luar negeri, mulai terpapar dengan budaya negara-negara Barat yang lebih cenderung memilih childfree.
“Ketika mereka belajar dan melihat kehidupan di luar negeri, kemudian mereka melihat di negara tersebut masyarakatnya memilih tidak punya anak atau ribet dengan punya anak. Ini adalah pengaruh yang menurut saya sudah mulai mengkontaminasi pola pikir mereka,” tambahnya.
Namun, Masrizal menegaskan bahwa meskipun budaya luar memiliki pengaruh, dalam konteks masyarakat Melayu terutama Aceh, keputusan untuk tidak memiliki anak masih dipandang sebagai sebuah hal yang asing. Bagi banyak orang Aceh, anak bukan hanya dilihat sebagai penerus keluarga, tetapi juga sebagai kekuatan dan kenyamanan emosional bagi orang tua.
“Bagi sebagian besar orang Aceh, memiliki anak adalah bagian dari kebahagiaan dan kekuatan dalam keluarga,” tutupnya.
Bagaimanapun, fenomena ini menunjukkan adanya pergeseran dalam nilai-nilai sosial yang dipengaruhi oleh faktor globalisasi yang semakin intens. Seiring berjalannya waktu, pola pikir masyarakat terhadap konsep keluarga dan anak diperkirakan akan terus berkembang, menciptakan dinamika sosial yang semakin kompleks. (XRQ)
Reporter: Akil Rahmatillah