Nukilan.id – Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) telah melakukan pembahasan dan konsultasi dengan Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia terkait revisi Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Hukum Jinayah yang telah masuk dalam Program Legeslasi Aceh (Prolegda) tahun 2022.
Hal itu disampaikan Anggota Komisi I DPRA, Fuadri, S.Si, M.Si dalam keterangannya kepada Nukilan di Banda Aceh, Senin (25/4/2022).
“Sekarang kita tinggal menunggu tahap rencana dengar pendapat umum atau RDPU dengan seluruh elemen tokoh masyarakat. Dan insyAllah pembahasan terkait Qanun Jinayah ini akan selesai pada bulan Mei 2022 mendatang,” kata Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu.
Kemudian, lanjutnya, masalah ini nantinya akan diteruskan kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk memfasilitasi dan melakukan konsultasi terkait revisi qanun tersebut.
“Qanun jinayah ini tidak ada yang diubah, hanya penambahan pemberatan yang selama ini dinilai masih lemah, dan yang masih kurang berat diperberatkan lagi agar ada efek jera, karena selama ini hukuman yang diterima pelaku relatif lebih ringan,” kata Ketua Fraksi PAN DPRA itu.
Fuadri menjelaskan, tujuan dari revisi Qanun Jinayah ini adalah untuk penguatan karena banyak pihak yang menilai qanun ini lebih lemah dibanding dengan Undang-Undang Perlindungan Anak yang terbaru itu lebih berat.
“Sekarang dalam qanun ini ada 3 hukum yang diberlakukan sekalian yaitu dicambuk, didenda dan dikurung. Dan ini jelas harus diperberat masanya. Maka pemeberatan hukuman dalam Qanun Jinayah juga ada sebagaian yang akan diadobsi dari Undang-Undang Perlindungan Anak,” pungkasnya.
Reporter: Hadiansyah