NUKILAN.id | Banda Aceh — Komunitas Pecinta Adat dan Kebudayaan Kluet menggelar diskusi Embung Mekepung Jilid 3 bertajuk Keluwat Sepanjang Masa: Waridi, Sendah, dan Embon, pada Jumat malam (1/11/2024) di Lamnyong Coffee.
Amatan Nukilan.id, diskusi ini menghadirkan Akhwanto Muzain sebagai pemantik utama, yang memulai pemaparannya dengan sejarah panjang masyarakat Kluet, mengungkap warisan leluhur yang masih hidup hingga kini.
Akhwanto menjelaskan bahwa masyarakat Kluet yang saat ini menetap di wilayah Kluet Timur, Kluet Utara, dan Kluet Tengah, berasal dari Kerajaan Laut Bangko—kerajaan megah dengan Raja Malinda sebagai pemimpin terakhir.
Namun, peradaban kerajaan ini runtuh setelah bencana banjir besar memaksa masyarakatnya berpindah ke berbagai daerah, termasuk wilayah Kluet, Alas, Karo, dan Pakpak. Akibatnya, bahasa yang mereka gunakan memiliki kemiripan satu sama lain, mencerminkan sejarah budaya yang saling terhubung.
Pada kesempatan itu, Akhwanto juga menyoroti pentingnya bahasa Keluwat, bahasa asli yang digunakan oleh suku Kluet.
“Bahasa daerah adalah identitas suatu suku. Namun, bahasa Keluwat mulai memudar akibat asimilasi budaya, globalisasi, dan perkembangan zaman,” ujarnya.
Akhwanto mengingatkan bahwa bahasa ini dapat terancam punah, seperti yang telah diprediksi Balai Bahasa Kemendikbud RI, jika tidak ada upaya pelestarian dari masyarakatnya sendiri.
Akhwanto berpesan kepada generasi muda Kluet untuk terus menggunakan bahasa Keluwat dalam percakapan sehari-hari.
“Jika ada kosakata yang tidak dipahami, jangan segan bertanya kepada orang tua,” tambahnya.
Ia berharap bahwa langkah kecil ini bisa menjadi bagian dari pelestarian bahasa dan budaya Kluet agar tetap lestari sepanjang masa.
Diskusi ini dihadiri oleh mahasiswa dan pemuda yang antusias belajar dan memperdalam budaya Kluet, serta bertekad untuk menjaga warisan leluhur mereka tetap hidup di tengah arus modernisasi. (XRQ)
Reporter: Akil Rahmatillah