Sektor Tambang di Tengah Potensi Korupsi dan Bencana

Share

Nukilan.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap mantan Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim), Awang Faroek Ishak (AFI) terkait dengan penyidikan kasus dugaan korupsi Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kaltim, Selasa (8/10/2024). Saat ini AFI sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut.

Hal tersebut dikonfirmasi oleh Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika. Selain AFI, dua saksi lainnya yaitu Ketua Kadin Kaltim, Dayang Donna Walfiaries Tania (DDW) dan Rudy Ong Chandra (ROC) sebagai Komisaris PT Sepiak Jaya Kaltim, PT Cahaya Bara Kaltim, PT Bunga Jadi Lestari, dan PT Anugerah Pancaran Bulan, dan Pemegang Saham lima persen PT Tara Indonusa Coal.

KPK juga sudah menggeledah rumah AFI di Samarinda pada 23 September 2024 lalu. Dari penggeledahan tersebut, penyidik menemukan barang bukti dokumen pengurusan IUP di wilayah Kaltim yang kemudian disita penyidik.

KPK sendiri telah memulai penyidikan untuk dugaan tindak pidana korupsi di Provinsi Kaltim sejak 19 September lalu dan telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka. Namun informasi terkait inisial dan jabatan tersangka belum diberitahukan karena penyidikan yang sedang berjalan.

Saat ini, KPK telah memberlakukan cegah ke luar negeri terhadap tiga orang tersebut untuk melakukan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi. Cegah ke luar negeri ini berlaku selama enam bulan.

“Pada tanggal 24 September 2024, KPK telah mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 1204 Tahun 2024 tentang Larangan Bepergian Ke Luar Negeri terhadap tiga orang warga negara Indonesia yaitu AFI, DDWT, dan ROC,” kata Tessa Mahardhika dalam keterangan resminya, Selasa (8/10/2024).

Rentan Dikorupsi

Akademisi Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda, Orin Gusta Andini menyebutkan penetapan AFI yang merupakan mantan Gubernur Kaltim dua periode kembali mengonfirmasi bahwa pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) di provinsi tersebut masih rentan dikorupsi.

Menurut Orin, IUP yang awalnya dimaksudkan sebagai instrumen untuk mengontrol pemanfaatan SDA justru menjadi objek komersial para pemangku kebijakan. Tipologi korupsi SDA melibatkan aktor-aktor yang berkepentingan hingga memanfaatkan berbagai cara agar bisa melakukan eksploitasi SDA.

“Kerentanan korupsi di sektor SDA dan lingkungan mengakibatkan eksploitasi SDA yang serampangan dan akhirnya membawa dampak buruk bagi individu, masyarakat, juga lingkungan. SDA menjadi “lahan basah” kepala daerah untuk melakukan korupsi melalui berbagai cara. Mulai dari penyalahgunaaan kewenangan, suap, hingga gratifikasi,” ujar Orin, dikutip Nukilan dari VOA Indonesia, Selasa (1/10/2024).

AFI sendiri ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK sejak 19 September 2024 lalu terkait dugaan korupsi penerimaan hadiah atau janji dalam pengurusan IUP di Kaltim bersama dua orang lainnya.

Permasalah terkait IUP di Kaltim ini bukanlah hal baru. Pada 13 Juli 2022 silam ditemukan setidaknya 21 IUP di Kaltim yang diduga palsu. Hal tersebut dikemukakan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi I dan Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kaltim dengan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kaltim.

Beberapa hal yang dibahas dalam rapat tersebut di antaranya masalah Jaminan Reklamasi (Jamrek), persoalan penyaluran dana Corporate Social Responsibility (CSR) berbagai perusahaan tambang di Kaltim, dan terakhir terkait masalah 21 IUP yang tidak tercatat di database ESDM dan DPMPTSP.

“Semuanya ada 21 IUP yang diduga bermasalah. Dalam rangka menyelesaikan ini semua, kami di Komisi I dan III membuat notulen rapat untuk merekomendasikan kepada pimpinan bahwa supaya ini dibentuk pansus. Menurut kami ini masalah yang luar biasa, pasalnya ada dokumen yang di dalamnya tertulis nomor surat serta dibubuhkan tandatangan gubernur, ini diduga dipalsukan,” ujar Ketua Komisi I DPRD Kaltim saat itu, Baharuddin Demmu, dilansir dari laman resmi DPRK Kaltim, 13 Juli 2022.

Telan Korban Jiwa

Selain korupsi, permasalahan lain terkait isu pertambangan di Kaltim adalah terjadinya bencana akibat kelalaian manusia, yaitu banyaknya korban jiwa di lokasi tambang atau lubang bekas tambang. Berdasarkan laporan tahun 2021 Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim disebutkan bahwa sebanyak 40 orang sejak 2011 hingga 2021. Dari total tersebut, 23 di antaranya terjadi di ibu kota Provinsi Kaltim, Samarinda.

Selain Samarinda, Kutai Kartanegara juga menelan korban jiwa sebanyak 13 orang yang tewas di Kutai Barat. Sementara lokasi Ibu Kota Nusantara (IKN) di Penajam Paser Utara terjadi satu kasus dan Paser sebanyak dua kasus. Dari 40 orang tersebut, mayoritas korban adalah anak-anak dan remaja. Hanya tujuh orang yang tercatat sebagai orang dewasa. Sementara dalam rentang 2022-2024 terjadi lagi kasus serupa yang menelan lima korban jiwa, membuat jumlah total korban jiwa mencapai 45 orang.

Lalu pada Minggu (5/5/2024), dua kakak beradik berinisial RP (11) dan MR (9) ditemukan tewas di lubang bekas galian tambang di kawasan Jl. Lobang 3 Kelurahan Loa Buah, Kecamatan Sungai Kunjang, Samarinda. Jatam mencatat RP dan MR merupakan korban jiwa ke-46 dan 47 dalam daftar panjang kematian anak di lubang tambang.

Kejadian ini bermula saat MR, RP, dan sepupunya FT (12) bermain di pinggir lubang yang sering dikunjungi masyarakat, anak-anak maupun orangtua, untuk mancing atau berenang.

“Sekitar jam 12 siang, ketiganya dilaporkan tenggelam. Satu orang berhasil diselamatkan warga dan Tim SAR,” kata Fadli, warga Loa Buah, dikutip dari Mongabay, Minggu (5/5/2024).

Berdasarkan penelusuran Jatam, lubang yang sama juga pernah menewaskan seorang anak bernama Aprilia Wulandari (12) pada 2015 silam. Tragedi tewasnya Aprilia saat itu bertepatan dengan kunjungan kerja Presiden Joko Widodo ke Kaltim yang gubernurnya saat itu AFI.

Koordinator Jatam Kaltim, Mareta Sari, mengungkapkan dari penelusuran pihaknya melalui situs Administrasi Hukum Umum (AHU) daring Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) diketahui bahwa lubang bekas galian tersebut merupakan milik PT Transisi Energy Satunama (TES). Pemilik perusahaannya diketahui bernama Eko Priyatno dengan alamat korespondensi di Kota Samarinda.

Mareta mengatakan setelah izin operasi perusahaan tersebut berakhir, lubang dibiarkan menganga dan dipenuhi air. Padahal lokasinya dekat dengan permukiman penduduk. Gubernur Kaltim saat itu, AFI lantas memasukkan PT TES dalam daftar hitam. Namun kenyataanya PT TES masih terus beroperasi.

Mareta menyebutkan pada 2011 Jatam Kaltim pernah menyarankan kepada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kaltim untuk menutup lubang tambang yang ada di Kaltim. Namun DLH Kaltim saat itu beralasan bahwa dana reklamasi yang dimiliki tidak cukup.

“Kita tidak bisa menyalahkan korban, karena ketika lubang itu ditinggalkan, maka negara harus bertanggung jawab. Apalagi tidak ada sosialisasi yang transparan kepada pihak-pihak yang bermukim di area sekitar. Contoh saja kasus 2014 lalu, ibu korban bahkan tidak tahu kalau di dekat rumahnya ada lubang bekas tambang,” kata Mareta, dilansir MediaKaltim, Senin (6/5/2024).

Teranyar, kasus serupa kembali menelan dua korban jiwa baru anak-anak. Altaf Abi Putra (10) dan Vegar Repuel Tonapa (9) ditemukan tewas setelah tenggelam di kolam tambang batu bara di Desa Bangun Rejo, Kecamatan Tenggarong Seberang, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kaltim, Sabtu (13/9/2024) lalu. Korban pertama ditemukan lebih dulu dalam kondisi tewas pada sore hari. Kemudian korban kedua ditemukan sekitar pukul 19.45 WITA setelah pencarian intensif dilakukan oleh warga setempat dan petugas. Keduanya langsung dievakuasi ke RSUD AM Parikesit.

Direktur Eksekutif Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER), Pius Ginting menegaskan peristiwa kematian anak-anak di lubang bekas galian tambang tak akan pernah usai jika tidak ada perubahan dari pemerintah pusat mau pun daerah serta para pemegang IUP. Para pemegang IUP ini, kata Pius, dapat dikenakan sanksi pidana.

Direktur Eksekutif AEER [Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat], Pius Ginting, menegaskan peristiwa kematian anak-anak di lubang bekas galian tambang tidak akan usai, selagi tidak ada perubahan dari pemerintah pusat maupun daerah dan para pemegang izin usaha pertambangan [IUP].

“Kejadiannya akan terus berulang. Ini kelalaian yang menyebabkan kematian, sehingga (pemegang IUP) bisa dipidana dalam bidang lingkungan hidup,” katanya, dikutip dari Mongabay, Jumat (10/5/2024).

Selain penutupan lubang-lubang bekas tambang, Pius mengatakan sekolah-sekolah di Kaltim perlu memasukkan pelajaran lingkungan tentang kesadaran dan keselamatan menghadapi bekas lubang tambang batu bara agar kejadian serupa tak lagi terulang di masa depan. ***

Reporter: Sammy

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News