Nukilan.id – Tempe merupakan makanan khas masyarakat Indonesia yang dikenal di dunia. Makanan tradisional ini dibuat dari biji kedelai melalui fermentasi atau ragi tempe. Proses inilah yang membuat biji kedelai atau kacang-kacangan lainnya mengalami penguraian menjadi senyawa sederhana.
Dalam Buku Tempe: Persembahan Indonesia untuk Dunia, terbitan Badan Standarisasi Nasional (BSN) tahun 2012, diketahui sejarah dan perkembangan tempe berasal dari masyarakat Jawa, khususnya di Yogyakarta dan Surakarta.
“Tempe berasal dari Indonesia. Memang, tidak jelas kapan pertama kali tempe mulai dibuat. Namun demikian, sejak berabad silam, makanan tradisonal ini sudah dikenal,” tulis BSN.
Dalam manuskrip Serat Centhini, dituliskan bahwa masyarakat Jawa pada abad ke-16 telah mengenal tempe. Kata tempe disebutkan sebagai hidangan bernama jae santen tempe (sejenis masakan tempe dengan santan) dan kadhele tempe srundengan.
“Kata tempe diduga berasal dari bahasa Jawa Kuno.”
Masyarakat Jawa Kuno memiliki makanan berwarna putih terbuat dari tepung sagu yang disebut tumpi. Makanan ini terlihat memiliki kesamaan dengan tempe segar yang juga berwarna putih.
“Boleh jadi, ini menjadi asal mula kata tempe.”
Menurut Badan Standarisasi Nasional, tempe telah tersebar luas ke Benua Eropa, Amerika, Austalia, hingga Afrika. Negara-negara yang sudah akrab dengan tempe adalah Belanda, Belgia, Jerman, Amerika Serikat, Selandia Baru, India, Kanada, Australia, Meksiko, serta Afrika Selatan.
Di Eropa, yang memperkenalkan tempe kepada masyarakat adalah imigran asal Indonesia yang menetap di Belanda. Melalui Belanda, tempe menyebar dan populer ke negara lain seperti Belgia dan Jerman. Tercatat, tempe cukup dikenal di beberapa negara Eropa sejak 1946.
Sedangkan di Amerika Serikat, tempe perkenalkan oleh Yap Bwee Hwa. Dia merupakan orang Indonesia yang pertama kali melakukan penelitian ilmiah mengenai tempe. Yap membuat tempe pada 1958.
Di Jepang, penetelian tempe lebih lama lagi, sejak tahun 1926. Namun mulai diproduksi secara komersial sekitar 1983.
“Sejak tahun 1984, sudah tercatat beberapa perusahaan tempe di Eropa, Amerika, dan Jepang,” jelas buku tersebut.
Kedelai Impor
Berdasarkan data BSN, Indonesia merupakan negara produsen tempe terbesar di dunia dan menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50 persen dari konsumsi kedelai Indonesia untuk memproduksi tempe, 40 persen tahu, dan 10 persen bentuk lain (seperti tauco dan kecap). Konsumsi tempe, rata-rata per orang per tahun di Indonesia diperkirakan mencapai sekitar 6,45 kg.
“Umumnya, masyarakat Indonesia mengkonsumsi tempe sebagai penganan pendamping nasi.”
Mengutip detik.com, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Oke Nurwan menjelaskan, kebutuhan kedelai di tanah air saat ini mencapai 3 juta ton per tahun. Sementara, produksi dalam negeri hanya 20%.
“Bahkan untuk tahun ini, berdasarkan data Badan Ketahanan Pangan (BKP) di Kementerian Pertanian, produksi kita hanya 10 persen, jadi 90 persennya impor,” terangnya, Minggu (20/2/2022).
Data ini membuktikan, Indonesia sangat tergantung pada kedelai impor yang tentu harganya tidak bisa kita kendalikan. Sebagaimana dikutip dari CNBC Indonesia, saat ini harga kedelai sangat mahal akibat reformasi peternakan babi di China.
China melakukan reformasi peternakan babi setelah hancur akibat wabah demam babi Afrika di kisaran pertengahan tahun 2018 dan meluas di seluruh China di tahun 2019. Perombakan itu diperkirakan membutuhkan banyak pasokan kedelai, sehingga China memborong kedelai dari Amerika.
Amerika Serikat, diberitakan Suara.com, merupakan pemasok utama kedelai Indonesia bersama, Kanada, Argentina, Brazil, dan Malaysia. Berdasarkan data BPS, total impor kedelai Indonesia sepanjang 2021 dari lima negara mencapai 2,49 juta ton dengan nilai mencapai USS1,48 miliar atau setara Rp21,1 triliun dengan kurs Rp14.300.
Tempe Tradisional
Penelitian Adini Alvina dan Dany Hamdani dalam Jurnal Ilmiah Pangan Halal, Vol. I No. I (2009) menjelaskan membuat tempe tradisional terdiri dari dua bagian besar, yaitu proses pemasakan kedelai yang dilanjutkan fermentasi.
Biji kedelai pilihan yang bersih dimasukkan ke panci berisi air, kemudian direbus 30 menit atau sampai setengah matang. Kemudian kedelai direndam semalam hingga menghasilkan kondisi asam.
Berikutnya, kulit ari kedela dikupas. Setelah itu, keping kedelai dicuci bersih dan dimasukkan ke dandang untuk ditanak, seperti menanak nasi.
Setelah matang, angkat, lalu dihamparkan tipis-tipis di atas tampah. Proses selanjutnya menambahkan ragi. Ukurannya, 1 kg kedelai menggunakan 1 gram ragi. Tahap selanjutnya, kedelai dibungkus daun pisang dengan tusukan lidi dengan suhu ruangan. Waktu yang dibutuhkan untuk penyimpanan sekitar 36 jam, setelah itu tempe siap diolah.
Tempe memiliki nilai kandungan gizi, memiliki dua kelompok vitamin, yaitu larut air (Vitamin B kompleks) dan larut lemak [Vitamin A, D, E, dan K).
Dalam tempe ditemukan zat antioksidan dalam bentuk isoflavon. Zat ini sangat dibutuhkan tubuh untuk menghentikan reaksi pembentukan radikal bebas.
Proses fermentasi tempe juga meningkatkan derajat ketidakjenuhan terhadap lemak. Asam lemak tidak jenuh memiliki efek menurunkan kandungan kolesterol serum, sehingga dapat menetralkan efek negatif sterol dalam tubuh. [mongabay]