Sejarah Kerajaan Aceh: Puncak Kejayaan hingga Masa Keruntuhan

Share

Nukilan.id – Kerajaan Aceh merupakan kerajaan bercorak Islamyang berdiri di Banda Aceh Darussalam sekitar 1496 Masehi.

Merujuk Sumatra and Malay Peninsula, 16th Century dalam Digital Atlas of Indonesian History, kerajaan ini didirikan di wilayah Kerajaan Lamuri dan mengalami ekspansi hingga menyatukan kawasan Daya, Pedir, Lidie, sampai Nakur.

Kerajaan di tanah rencong ini terlahir dari gabungan dua kerajaan sebelumnya yaitu Lamuri dan Aceh, atas dasar ikatan pernikahan antara Raja Lamuri dengan Putri Raja Aceh.

Setelah resmi bergabung, kerajaan pun menciptakan kekuasaan baru dengan sebutan Kesultanan Aceh Darussalam.

Sejak pertama berdiri, Kesultanan Aceh sudah lebih dulu berlandaskan ajaran Islam. Penggagas sekaligus pendiri Kerajaan Aceh yang menjabat sebagai raja pertama yaitu Ali Mughayat Syah (1496-1530 M).

Regenerasi pemimpin untuk Kerajaan Aceh terus berlanjut, mulai dari putra Ali Mughayat Syah yaitu Salahuddin sampai berlanjut ke tangan Sultan Iskandar Muda (1607-1636 M).

Puncak Kejayaan Kerajaan Aceh

Sejarah Kerajaan Aceh dari masa jaya hingga runtuhnya. (Ilustrasi masjid tua di Aceh Foto: ANTARA FOTO/Ampelsa)

Menurut buku Kerajaan Aceh: Zaman Sultan Iskandar Muda (2008) karya Denys Lombard, Kesultanan Aceh Darussalam mengalami era kejayaan di masa kepemimpinan Iskandar Muda.

Saat itu, Sultan Iskandar Muda sangat menolak keras bentuk kerja sama yang ditawarkan asing. Bahkan, ia sudah paham segala trik asing yang berupaya memanfaatkan sumber daya miliknya.

Sejumlah tawaran kerja sama mulai dari Inggris, Portugis, hingga Belanda, tidak ada satu pun yang diizinkan. Kekuatan militernya kuat dan dibekali segala senjata canggih termasuk meriam.

Siasat Portugis, Belanda, sampai Inggris untuk merebut kekuasaan dibuat menyerah, sampai akhirnya mereka memilih ganti wilayah yang berimbas ke Pulau Jawa dan Maluku.

Sultan Iskandar Muda cukup sukses dalam memperluas wilayah kekuasaan termasuk Semenanjung Malaya yaitu Johor, Perak, Melaka, Kedah, Patani, sampai sebagian besar Sumatera.

Periode Iskandar Muda berpengaruh besar pada kebudayaan Islam yang diterapkan dalam kehidupan masyarakatnya. Sampai daerah ini mendapat julukan Seuramoe Mekkah (Serambi Mekah).

Faktor Runtuhnya Kerajaan Aceh

Merujuk dari situs Pemprov Aceh, usai Sultan Iskandar Muda wafat pada Desember 1636, para penggantinya kurang mampu mempertahankan kebesaran kerajaan.

Kedudukan Aceh yang sempat dijadikan salah satu kerajaan terbesar Asia Tenggara mulai melemah dan semakin mudah dipengaruhi oleh luar.

Kesultanan Aceh Darussalam terus menjadi incaran asing, ketika bangsa barat mulai menguasainya dengan perjanjian Traktat London dan Traktat Sumatera.

Sikap penguasa bangsa asing untuk mendapatkan Aceh menjadi lebih nyata, tepatnya pada 26 Maret 1873 saat Belanda menyatakan perang kepada Sultan Aceh.

Perang Sabi berlangsung selama 30 tahun itu membuat Kesultanan Aceh berakhir. Sultan Aceh terakhir, Sultan Muhammad Daud Syah terpaksa harus mengakui kedaulatan Belanda di Aceh.

Setelah kejadian itu, wilayah Aceh masuk secara administratif ke Hindia Timur Belanda (Nederlandsch Oost-Indie) dan menjadi Hindia Belanda sebagai nenek moyang Indonesia.

Peninggalan Kerajaan Aceh

Ada banyak jejak peninggalan dari Kerajaan Aceh yang masih bertahan dan bisa dilihat sekarang ini, beberapa di antaranya:

  • Masjid Baiturrahman di Banda Aceh
  • Taman Sari Gunongan
  • Benteng Indra Patra
  • Meriam Kesultanan Aceh
  • Makam Sultan Iskandar Muda
  • Uang Emas Kerajaan Aceh
  • Hikayat Aceh berupa karya sastra.

[cnnindonesia.com]

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News