Revisi Qanun Jinayah Masuk Prolega, Ini Penjelasan Aktivis Perempuan Aceh

Share

Nukilan.id – Aktivis Perempuan Aceh dan Presidium Balai Syura Ureung Inong Aceh, Suraiya Kamaruzzaman, ST, L.LM, MT menyampaikan terima kasih dan apresiasi kepada Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) sehingga revisi Qanun Jinayat masukan Program Legislasi Aceh (Prolega) tahun 2022.

“Kita menyadari ada banyak hal baik di dalam qanun ini, namun supaya lebih baik lagi dan betul-betul membawa rahmatan lil ‘alamin, mengingatkan qanun ini landasannya adalah ajaran  Islam, maka penting ada perbaikan terutama dalam upaya perlindungan dan pemenuhan hak anak dan perempuan korban kekerasan khususnya kejahatan seksual,” ungkap Suraiya kepada Nukilan.id, Sabtu (25/12/2021).

Selain itu, dia juga mengapresiasi kerja keras dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) serta Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) PPA Provinsi Aceh, karena dari Januari-September 2021 ini telah berhasil mendampingi 697 kasus perempuan dan anak korban kekerasan seksual.

Tetapi upaya perlindungan dan pemenuhan hak perempuan dan anak korban kekerasan tidak bisa hanya menjadi tanggung jawab dari DP3A dan lembaga layanannya saja. Namun, komitmen ini harus tercermin di seluruh pihak dan lembaga instansi yang terkait yang telah dimandatkan oleh undang-undang sehingga proses upaya pencegahan dan penanganan dapat dilakukan secara optimal.

“Karena saat ini Aceh sudah dalam kondisi darurat kekerasan seksual, dua hari lalu sejumlah ibu-ibu melakukan aksi ke DPRA, dimana di saat yang sama saya sedang melakukan sosialisai upaya pencegahan kekerasan seksual di Perguruan Tinggi yang dilakasankan di UIN Arraniry,” ujar Suraiya.

Menurutnya, upaya sosialisasi ini sangat penting mengingat kasus kekerasan seksual semakin banyak dan meluas dengan bentuk kekerasan yang semakin beragam , bahkan gang rapes (pemerkosaan beramai-ramai) juga sudah terjadi, trafficking semakin meningkat inses atau  perkosaan oleh keluarga terdekat terhadap anak juga semakin banyak.

“Harusnya semua pihak turun tangan untuk memastikan hal ini tidak lagi terjadi di tahun 2022. Untuk itu pemerintah harus memberikan komitmen dan dukungan yang optimal sehingga bisa memberikan anggaran yang cukup dan ini program yang sangat serius di seluruh Kabupaten/kota,” tegas Suraiya.

Kata dia, saat ini hanya Provinsi Aceh dan Kota Banda Aceh yang harus lebih baik dalam memberikan pelayanan. Karena, banyak Kabupaten/kota yang bahkan anggaran untuk pelayanan korban hanya dibawah 10 juta, bahkan ada yang tidak mengalokasikan anggaran. Ini menunjukkan betapa Pemerintah tersebut tidak punya kepedulian sama sekali. Pernyataan simpati atau perhatian kepada perempuan, tidak bisa hanya dengan ditunjukkan dengan pernyataan politik tapi harus ditunjukkan dengan  dialokasi anggaran yang cukup.

“Kebijakan sudah cukup baik karena kita juga sudah punya qanun nomor 9 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Penanganan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak. Tetapi pelayanan  selalu terbentur dengan tidak adanya alokasi anggaran,” tuturnya.

Menurut Suraiya, anggaran itu bukan hanya untuk penanganan tetapi penting dialokasikan untuk pencegahan,  misalnya melibatkan ulama dan tokoh adat untuk ikut dalam proses sosialisasi pencegahan kekerasan seksual, ulama-ulama bisa menyampaikan materi pencegahan kekerasan seksual di khotbah Jumat misalnya, atau  juga di Dayah dan dalam ceramah-ceramah serta dalam pertemuan-pertemuan lainnya.

“Demikian juga Tokoh adat bisa ikut terlibat penuh, jadi persoalan ini bukan hanya tanggungjawab Dinas Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak serta aktivis perempuan  atau aktivis HAM saja. Ini adalah tanggungjawab semua elemen yang masyarakat yang ada di Aceh,” jelasnya.

Sebab itu, Suraiya menegaskan, bahwa penting sekali di tahun 2022 mendatang Pemerintah Kabupaten/Kota menunjukkan komitmen dan kebutuhannya dengan mengalokasikan anggaran sebesar-besarnya untuk upaya pencegahan dan pendampingan dan memastikan terpenuhinya hak korban kekerasan seksual. Seharusnya lembaga pemerintah untuk urusan perempuan dan anak selevel dinas, bukan selevel bidang yang digabung dengan dinas lainnya, sehingga kewenangan dan anggaran menjadi terbatas.

“Baru-baru ini saya mengunjungi beberapa Kabupaten/Kota dan menemukan ada Kabupaten yang mengalokasikan anggaran tahun 2022 hanya  Rp8 juta untuk Lembaga layanan dibawah PPA. Bagaimana kemudian teman-teman dilembaga layanan ini bisa bekerja?. Dan Tahun ini juga ada kabupaten yang hanya mengalokasikan yang snagat kecil (untuk tranportasi saja tidak cukup) dan hanya tersedia 5 bulan saja, padahal pendamping terkadang jam 12 malam masih berurusan dengan korban,” sambungnya.

Oleh karena itu, kata Suraiya, ini semua menunjukkan bahwa PR kita masih sangat serius, dan Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten/Kota tidak bisa lagi hanya membatasi dan pagu. Tetapi tolong lihat urgency persoalan sehingga anggaran  itu benar-benar mengikuti kepada problem yang ada.[red]

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News