NUKILAN.id | Medan — Dalam semangat memperingati Hari Kartini, Konsorsium PERMAMPU menyelenggarakan perayaan sekaligus konsolidasi Forum Komunitas Perempuan Akar Rumput (FKPAR) se-Sumatera. Kegiatan ini berlangsung secara hybrid pada 22 April 2025, melibatkan 33 titik Zoom di 33 kabupaten/kota di delapan provinsi di Pulau Sumatera.
Tak kurang dari 415 peserta hadir dalam kegiatan ini, yang terdiri atas 392 perempuan dan 19 laki-laki. Di antaranya, terdapat 22 lansia, 29 perempuan muda, 65 perwakilan pemerintah daerah, 11 femokrat, 33 tokoh agama/adat, 15 jaringan NGO, dua media, serta 91 anggota Credit Union (CU) yang menjadi fondasi FKPAR, termasuk 11 peserta dengan disabilitas.
Menurut Dina Lumbantobing, Koordinator PERMAMPU, peringatan Hari Kartini kali ini menjadi momentum penting untuk merefleksikan semangat dan tantangan yang dihadapi Kartini pada masanya serta bagaimana nilai-nilai itu masih relevan hingga hari ini.
“Berangkat dari sejarah perjuangan Kartini, kita tahu bahwa Kartini merupakan pejuang emansipasi perempuan. Melalui tulisan-tulisannya, ia memperjuangkan hak pendidikan perempuan dan keterlibatan perempuan dalam masyarakat. Namun ironisnya Kartini sendiri menjadi korban Kematian Ibu, ia meninggal ketika melahirkan. Hal ini merefleksikan begitu banyak tantangan yang dihadapi oleh perempuan khususnya dalam aspek Kesehatan Reproduksi, hingga kini. Sebagai contoh, di pulau Sumatera kasus AKI tertinggi terdapat di provinsi Aceh sebanyak 201 kasus, Sumatera Utara sebanyak 195 kasus dan Lampung 192 kasus. Demikian pula dengan perlawanan Kartini terhadap poligami, tetapi dirinya sendiri terpaksa menjadi isteri ketiga, demi Ayahnya”, tambah Dina.
Dalam sambutannya, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) Provinsi Sumatera Selatan, Fitriana, S.Sos., M.Si, turut menyoroti tingginya kasus kekerasan terhadap anak perempuan, terutama di Jambi, Palembang, dan Bengkulu yang melebihi rata-rata nasional. Senada dengan itu, dr. Nessi Yunita, M.M. dari Dinas P3A Kabupaten Lampung Selatan mencatat 25 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta maraknya perkawinan anak yang masih sering terjadi.
Sementara itu, Sri Wijayanti dari FKPAR Aceh menuturkan bahwa diskusi-diskusi kritis yang digelar secara serentak di seluruh kabupaten/kota peserta berhasil menggali makna perjuangan Kartini dalam berbagai konteks lokal. Di antaranya:
-
Kartini yang memperjuangkan hak atas pendidikan bagi perempuan, menjadi inspirasi FKPAR dalam mendorong akses pendidikan kritis, terutama untuk mencegah perkawinan usia anak dan mendukung perempuan yang putus sekolah. Misalnya, di Bengkulu tercatat 202 anak putus sekolah yang harus terus diperjuangkan hak pendidikannya.
-
Di daerah-daerah 3T seperti Nias, Mentawai, dan Pesisir Barat, keterbatasan akses terhadap pendidikan dan layanan kesehatan masih menjadi tantangan besar.
-
Kartini juga memperjuangkan kesetaraan gender di bidang sosial, ekonomi, dan politik. Ini menjadi panggilan bagi para tokoh agama, adat, dan pemerintah untuk turut ambil bagian dalam mewujudkan masyarakat yang setara.
-
Beban ganda yang ditanggung perempuan karena harus bekerja sekaligus mengurus rumah tangga juga menjadi sorotan penting dalam refleksi ini.
-
Perempuan muda di Sumatera pun terinspirasi untuk menjadi pemimpin dan agen perubahan, sekaligus menjadi garda depan dalam mencegah perkawinan usia dini.
-
Namun, tantangan terhadap kepemimpinan perempuan masih besar, terutama ketika adat masih menjadi penghalang bagi perempuan untuk tampil di ruang publik.
-
Tingginya angka kekerasan terhadap perempuan dan anak juga menjadi perhatian. Di Sumatera Utara, misalnya, WCC Sinceritas PESADA mencatat 42 kasus pada triwulan pertama 2025, dengan mayoritas kasus berupa KDRT dan pelecehan seksual terhadap anak.
-
Ketimpangan upah, diskriminasi gender, serta meningkatnya angka kematian ibu dan anak, seperti 82 kasus di Bengkulu, memperlihatkan bahwa perjuangan Kartini masih sangat relevan hingga kini.
Forum ini juga menghasilkan Rencana Kerja FKPAR Sumatera yang mencakup berbagai langkah strategis, antara lain:
-
Mendorong pendidikan bagi perempuan melalui program Paket A, B, dan C, dengan terlebih dahulu melakukan pendataan di tingkat CU mengenai perempuan putus sekolah.
-
Melakukan pendataan penyandang disabilitas di desa-desa dan mengajak mereka bergabung sebagai anggota CU.
-
Mengajak perempuan muda desa untuk bergabung dalam CU dan menggali potensi usaha lokal demi penguatan ekonomi.
-
Mempromosikan kesetaraan gender dari lingkup keluarga melalui pendekatan “Keluarga Pembaharu”.
-
Mendorong kepemimpinan perempuan dengan mendata potensi perempuan pemimpin di setiap desa.
-
Mengadvokasi kebijakan desa untuk mencegah dan menangani perkawinan usia anak.
-
Memperkuat fungsi komunikasi dan pelaporan FKPAR secara berjenjang.
-
Menyelenggarakan diskusi kebijakan pemerintah secara rutin bersama anggota FKPAR.
Kegiatan peringatan Hari Kartini ini diakhiri dengan komitmen bersama untuk terus mengampanyekan pentingnya pencegahan perkawinan usia anak dan perempuan di bawah 19 tahun sepanjang tahun 2025.
Perempuan Sumatera: Otonom, Sehat, dan Inovatif.