Nukilan.id – Kementerain Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) dan rehabilitasi hutan merupakan upaya peningkatan kualitas lingkungan hidup sekaligus untuk mengendalikan hubungan timbal balik antara aktivitas manusia dengan sumber daya alam untuk kelestariannya, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
“Di dalam pengelolaan DAS kita sudah melakukan klasifikasi DAS seluruh Indonesia, yaitu 42.210 DAS. Klasifikasi DAS ini disusun sebagai basis untuk menentukan kebijakan penyelenggaraan dalam pengelolaan DAS yang penentuannya didasarkan pada beberapa kriteria seperti kondisi lahan (lahan kritis, penutupan lahan, erosi), kualitas, kuantitas, dan kontinuitas air, sosial ekonomi, investasi bangunan konservasi tanah dan air, serta pemanfaatan ruang wilayah,” ujar Dyah Murtiningsih, Direktur Jenderal Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Rehabilitasi Lahan (PDASRH) KLHK pada acara Refleksi akhir tahun 2021 di Jakarta, Selasa (21/12/2021)
Kata Dyah Murtiningsih, berdasar klasifikasi yang disusun, jumlah DAS yang dipertahankan adalah 37.721 DAS, sementara DAS yang dipulihkan sejumlah 4.489 DAS. Dari jumlah DAS yang dipulihkan ini diprioritaskan untuk tahun 2020 – 2024 adalah sejumlah 108 DAS.
KLHK telah menyusun Strategi Pemulihan DAS melalui tiga strategi yaitu Intervensi kebijakan, Intervensi kelembagaan, dan Intervensi fisik. Penyusunan Rencana Umum Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RU RHL), Rencana Pengelolaan DAS (RPDAS) dan MoU Tata Ruang merupakan beberapa strategi utama yang disiapkan dalam strategi intervensi kebijakan pengelolaan DAS. Kemudian pembentukan Forum Peduli DAS, Kelompok Kerja Mangrove dan terbentuknya Peraturan DAS di Provinsi sebanyak 24 aturan dan Perda DAS di Kabupaten merupakan strategi intervensi dari sisi kelembagaan, dan yang terakhir strategi intervensi fisik dengan melakukan RHL vegetatif melalui penanaman pohon dan RHL sipil teknis.
“Kita harapkan kedepan penataan tata ruang oleh pemerintah daerah ini memasukan kondisi DAS sebagai bahan untuk acuan di dalam rangka penataan ruang wilayah,” imbuh Dyah.
Dyah menekankan bahwa RHL tidak sekedar terkait jumlah pohon yang ditanam, namun juga bagaimana mengelola masyarakat disekitar. Untuk itu kegiatan RHL dibuat agar layak secara ekonomi (economically feasible), diterima masyarakat (socially acceptable) dan lestari secara lingkungan (enviromentally sustainable). Ketiga konsep ini diwujudkan sehingga RHL dapat berkontribusi lebih luas meliputi penjagaan menara air alami, meningkatkan prooduktifitas lahan, memberdayakan masyarakat, menjadikan destinasi wisata, mendukung ketahanan pangan, peningkatan ekonomi nasional/PEN, mitigasi bencana, dan penyerapan karbon.
Capaian RHL Vegetatif tahun 2021 mencakup areal seluas 203.386,58 Ha, yang meliputi Rehabilitasi Hutan seluas 46.752 Ha, Rehabilitasi Mangrove seluas 35.881 Ha (KLHK bersama-sama Badan Restorasi Gambut dan Mangrove/BRGM), Rehabilitasi Lahan 67.138,73 Ha (bersumber dari kegiatan Kebun Bibit Rakyat/KBR, Kebun Bibit Dasa/KBD, dan Persemaian Permanen), Rehabilitasi DAS 11.709,85 Ha (bersumber dari kewajiban pemegang IPPKH), dan RHL oleh pemerintah Daerah seluas 41.905 yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana bagi Hasil (DBH).
Kemudian RHL Sipil Teknis pada tahun 2021 sudah berhasil membangun 1.870 unit bangunan konservasi tanah dan air, meliputi Dam Penahan sejumlah 391 unit, Gully Plug 1.163 unit, Ekohidrolika 14 unit, Sumur Resapan Air 113 unit, Instalasi Pemanenan Air Hujan (IPAH) 189 unit.
“Untuk ekohidrolika, sumur resapan air, dan IPAH harapannya kedepan bisa direplikasi oleh pemerintah daerah dan masyarakat setempat untuk bisa mengembangkan bangunan Konservasi Tanah Air (KTA) disekitar pemukiman masyarakat,” ujar Dyah.
Kemudian dalam rangka menunjang RHL tahun 2021 dalam hal penyediaan bibit pohon, KLHK telah memiliki persemaian sejumlah 57 unit ditambah 1 unit persemaian skala besar di Rumpin Bogor yang sudah beroperasi. Jumlah bibit telah dihasilkan 100% sesuai target, yaitu sekitar 38,8 juta batang bibit. Bibit produktif juga dialokasikan sekitar 2,59 juta batang bibit. Untuk KBR juga sudah 100% yaitu 981 unit/sekitar 31,15 juta batang bibit (104%), serta KBD 115 unit/sekitar 4,46 juta batang bibit. Upaya RHL ini juga merupakan salah satu strategi mendukung pencapaian FoLU Net Sink 2030 Indonesia.
“Ditjen PDASRH tidak bisa bekerja sendiri dalam melakukan RHL, dalam sisi pengelolaan DAS maupun intervensinya. Peran para pihak menjadi sangat penting untuk melaksanakan pengelolaan DAS secara terpadu, masing-masing mempunyai peran baik antar Ditjen di dalam KLHK maupun antar pihak di luar KLHK (kementerian/lembaga, Pemerintah Daerah, Masyarakat),” tutur Dyah.
Dampak RHL bagi masyarakat meliputi berbagai hal, seperti membantu mitigasi bencana, penurunan sedimentasi di sungai dan waduk akibat erosi, juga meningkatkan pendapatan masyarakat akibat pelibatan masyarakat secara aktif dalam kegiatan pembuatan bibit, dan penanaman, selain itu kegiatan RHL juga meningkatkan pendapatan masyarakat lewat tanaman sela yang ditanam masyarakat lewat pola agroforestry, juga hasil hutan bukan kayu/HHBK. Pada tahun 2021 kegiatan RHL (vegetatif, bangunan KTA/sipil teknis, dan persemaian) mampu melibatkan 5.800.581 Hari Orang Kerja (HOK).
Hadir sebagai pembahas dalam acara refleksi ini Tri Joko Solihudin Tenaga Ahli Utama Kedeputian I Kantor Staf Presiden, Dr. Irdika Mansyur Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB, Prof. Chay Asdak, MSc., PhD., I.B. Putera Parthama, PhD. (web klhk)