Nukilan.id – Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) melalui panitia khusus mengadakan pembahasan rancangan qanun tata niaga komoditas (30/9/2021) di Ruang Serbaguna Sekretariat DPRA. Rapat pembahasan dipimpin langsung oleh Ketua Panitia Khusus sus, Yahdi Hasan, dan didampingi oleh Bardan Sahidi, Kartini, Nova Zahara dan T. Ibrahim.
Hadir dalam pembahasan kali ini, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Kepala Dinas Koperasi dan UKM, Kepala DInas Kelautan dan Perikanan dan Kepala DInas Pangan. Selain itu, perwakilan dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Pertanian dan Perkebunan, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral, Biro Perekonomian dan Biro Hukum Setda Aceh juga mengikuti secara aktif.
Dalam prolognya, Ketua Pansus menjelaskan bahwa tujuan dari rapat pembahasan rancangan qanun ini adalah untuk mendapatkan masukan substansi dari sektor teknis dalam rangka peningkatan kualitas qanun yang akan dilaksanakan. Bardan Sahidi menambahkan bahwa qanun ini nantinya diharapkan akan menyebabkan seluruh komoditas ekspor Aceh dapat menggunakan Pelabuhan Aceh.
Kepala DInas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Aceh, Marthunis, saat sesi penyampaian masukan menggaris-bawahi bahwa “Salah satu faktor keputusan investor untuk menanamkan modal di sebuah wilayah adalah ketersediaan dan biaya komoditas bahan baku. Karena itu rancangan qanun tata niaga komoditas unggulan sangat erat kaitannya dengan daya saing investasi di Aceh”.
Selanjutnya, Marthunis mengapresiasi bahwa asas rancangan qanun diantaranya efisiensi dan berkeadilan. Sejalan dengan asas keadilan, rancangan qanun ini seharusnya juga memberikan perlindungan atau menjamin stabiitas harga baik bagi produsen maupun konsumen (supply and demand).
“Prinsipnya regulasi terkait tata niaga ditujukan untuk mengoreksi kegagalan pasar seperti monopoli, monopsoni, penimbunan hingga dumping. Untuk menentukan adanya kegagalan pasar diperlukan penelitian dan penyelidikan” tambah Kadis DPMPTSP Aceh. Terkait dengan hal tersebut diperlukan bab atau pasal khusus yang mengatur terkait dengan penentuan jenis kegagalan pasar yang terjadi. Penentuan atau tipologi kegagalan pasar adalah penting karena masing-masing kegagalan tersebut memerlukan pilihan kebijakan yang berbeda. Untuk itu, dalam rancangan qanun ini perlu diberi diskresi kepada eksekutif (gubernur) untuk menerbitkan kebijakan teknis melalui peraturan gubernur.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, Aliman, mengatakan bahwa rancangan qanun tata niaga ini perlu hati-hati diterapkan. “Apabila terlalu kaku diterapkan sedangkan secara infrastruktur Pelabuhan ekspor impor tidak siap, penerapan regulasi tata niaga dapat menjadi boomerang bagi pelaku usaha di Aceh” ingat Aliman, yang juga diaminkan oleh Kepala DInas Pangan, Cut Yusminar.
Kepala Dinas Koperasi dan UKM, Helvizar Ibrahim, mengusulkan rancangan qanun ini dapat mendorong orkestrasi atau keterpaduan lintas sektor. Selain itu, dalam pelaksanaan tata niaga komoditas secara efisien, pelaku usaha atau koperasi dapat mengakses pembiayaan yang disediakan pemerintah seperti BLU-LPDB di Kementerian Koperasi yang mempunyai dana pembiayaan hingga 30 Trilyun.
Pada sesi penutupan, Ketua Pansus mengharapkan bahwa kolaborasi antara legislatif dan eksekutif perlu ditingkatkan hingga rancangan qanun ini ditetapkan. “kita semua bertanggung jawab untuk memastikan qanun ini berkualitas dan memberi manfaat bagi rakyat Aceh”, tandas Yahdi. []