Nukilan.id – Teuku Nyak Arief adalah Residen pertama pada periode 1945 sampai 1946 di Aceh.
Pada masa perjuangan kemerdekaan Indonesia, ia dipilih menjadi wakil pertama dari Aceh dalam Volksraad (Dewan Rakyat).
Sejak 1932, ia telah memimpin gerakan di bawah tanah untuk menentang penjajahan Belanda di Aceh.
Kehidupan
Teuku Nyak Arief lahir di Ulee Lheue, Kutaraja (Banda Aceh), 17 Juli 1899.
Ayahnya seorang Panglima Sagi 26 Mukim (wilayah Aceh Besar) bernama Teuku Nyak Banta, sedangkan sang ibu bernama Cut Nyak Rayeuk.
Arief merupakan anak ketiga dari lima bersaudara.
Arief kecil merupakan seorang anak yang cerdas dan juga berani. Ia selalu menjadi pemimpin di antara teman-teman masa kecilnya.
Setelah Arief menyelesaikan sekolahnya di bangku sekolah dasar, ia melanjutkan di sekolah Raja (Kweekschool) Bukit Tinggi.
Lalu, ia lanjut ke Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren (OSVIA), sekolah Belanda khusus untuk anak-anak bangsawan, di Serang, Banten.
Kiprah
Semasa sekolah, Teuku Nyak Arief dikenal sebagai orator. Ia juga gemar membaca buku mengenai politik dan pemerintahan.
Untuk itu, tidak heran bahwa sejak muda, Arif telah aktif dalam pergerakan.
Kegiatannya antara lain ikut membawa Aceh ke dalam wadah persatuan Hindia. Ia juga mencurahkan perhatian besarnya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Pada 1919, Arif diangkat menjadi Ketua Nasional Indische Partij, partai politik pertama di Hindia Belanda cabang Banda Aceh.
Setahun kemudian, ia diangkat menjadi Panglima Sagi 26 Mukim, menggantikan posisi ayahnya.
Lalu, pada 1927 ia diangkat menjadi anggota Volksraad (Dewan Rakyat) sampai 1931.
Pada masa pergerakan nasional ini, Arif mendirikan Fraksi Nasional di Dewan Rakyat yang diketuai oleh Mohammad Husni Thamrin.
Pada 1932, Arif memimpin gerakan di bawah tanah guna menentang penjajahan Belanda di Aceh.
Gerakan
Tidak hanya dalam dunia politik, Arif juga aktif di bidang pendidikan.
Ia bersama Teuku Muhammad Hasan, seorang aktivis, mendirikan Perguruan Taman Siswa di Kutaraja pada 11 Juli 1937.
Sekolah ini diketuai oleh Hasan, sedangkan Arif berperan sebagai sekretaris.
Bersama Muhammad Hasan, ia juga turut mempelopori terbentuknya organisasi Atjehsche Studiefonds (Dana Pelajar Aceh).
Tujuan dari organisasi ini adalah untuk membantu anak-anak Aceh yang cerdas namun tidak mampu untuk bersekolah.
Selain itu, organisasi lain yang juga ia bentuk adalah Persatuan Ulama Aceh (PUSA) pada 1939.
Sayangnya organisasi ini mengalami kemunduran karena dipergunakan Jepang untuk melemahkan Belanda di Aceh.
Pada awal 1942, masa pendudukan Jepang di Indonesia, Arif menuntut untuk mendapat semua kekuasaan atau pemerintahan, namun hal ini tidak dikabulkan oleh Residen Aceh, J. Pauw.
Oleh sebab itu, Arif melakukan pemberontakan kepada pemerintah Hindia Belanda.
Kolonel Gosenson memerintahkan KNIL/Marsose, tentara perang kolonial Hindia Belanda, untuk menyerang Teuku Nyak Arif.
Namun, serangan ini dapat dipukul mundur.
Pada awal kehadiran Jepang, banyak tekanan yang terjadi terhadap organisasi dan partai-partai politik.
Akibatnya, organisasi seperti Muhammadiyah, PUSA, Parindra, mengalami kemunduran. Bahkan Sekolah Taman Siswa juga dibubarkan.
Pada 17 November 1943, didirikan Atjeh Shu Sangi Kai (Dewan Penasehat Daerah Aceh) untuk menarik simpati dari para elit serta berbagai kelompok di Aceh.
Badan ini dipimpin oleh Teuku Nyak Arief, beranggotakan 30 orang.
Sejalan dengan politik yang ingin mendekati rakyat dari semua golongan, pada Juli 1945, para petinggi Jepang menghubungi para tokoh pemuda yang ada di Kutaraja.
Jepang pun menegaskan bahwa mereka akan memberi kemerdekaan kepada Indonesia.
Oleh sebab itu, para pemuda ini diminta mengkoordinir mereka sehingga lahir suatu angkatan pemuda yang kuat di Aceh.
Pada 14 Agustus 1945, di Atjeh Bioscoop Kutaraja, diadakan rapat pemuda yang juga bertepatan dengan hari menyerahnya Jepang kepada Sekutu.
Setelah Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu, Soekarno dan Hatta merencanakan persiapan proklamasi kemerdekaan Indonesia yang kemudian dilakukan pada 17 Agustus 1945.
Berita proklamasi ini kemudian diterima oleh pemuda Gazali dan Rajalis, lalu disampaikan pada Teuku Nyak Arief.
Teuku Nyak Arief kemudian memanggil para tokoh penting yang sudah menerima berita proklamasi.
Di hadapan mereka, Arif menyatakan sumpah setianya kepada Negara Republik Indonesia.
Setelah itu dilakukanlah pengibaran bendera merah putih pada 24 Agustus 1945 di depan Kantor Polisi Jepang oleh para pegawai Indonesia.
Pada 29 Agustus 1945, Arif pun diangkat menjadi ketua Komite Nasional Indonesia daerah Aceh.
Berdasarkan surat ketetapan No. 1/X dari Gubernur Sumatera Utara, Teuku Muhammad Hasan, Teuku Nyak Arif diangkat menjadi Residen Aceh.
Perang Cumbok
Pada Oktober 1945, Mayor Knotienbelt, utusan Sekutu tiba di Kutaraja untuk membahas tentang pendaratan Sekutu di Aceh dalam rangka melucuti senjata Jepang serta mengurus tawanan perang.
Residen Teuku Nyak Arif pun menolak rencana tersebut.
Pada Desember 1945, terjadi peristiwa Perang Cumbok.
Perang ini mengakibatkan perpecahan antara golongan bangsawan dan ulama. Ulama ingin merebut tampuk pemerintahan dari golongan bangsawan (Uleebalang).
Ulama di PUSA dan Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo) berhasil menguasai Aceh. Mereka membunuh banyak bangsawah dan mengambil harta serta tanah mereka.
Laskar Ulama Mujahiddin, dipimpin Husein Al Mujahid, berambisi untuk menggantikan posisi Residen Teuku Nyak Arif. Mereka mendapat dukungan dari Tentara Perlawanan Rakyat (TPR).
Pada Januari 1946, Arif tertangkap oleh TPR. Penangkapan ini dilakukan saat Arif tengah dalam keadaan sakit.
Arif pun membiarkan dirinya ditawan oleh Laskar Mujahidin dan TPR.
Ia juga meminta pasukannya untuk tidak memberi perlawanan. Kemudian, Arif dibawa ke Takengon dan ditahan di sana.
Akhir Hidup
Masih dalam kondisi sakit, Arif masih sempat memikirkan nasib tawanan lainnya serta keadaan rakyat Aceh.
Teuku Nyak Arif mengembuskan napas terakhirnya pada 4 Mei 1946 di Takengon.
Jenazahnya pun dibawa ke Kutaraja dan dikebumikan di pemakaman keluarga di Lamreung, Aceh Besar.
Untuk menghargai jasanya, Teuku Nyak Arif dianugerahkan gelar Pahlawan Nasional Indonesia berdasarkan surat Keppres RI No. 971/TK/1974.
Namanya juga dijadikan nama jalan letak makam beliau, yaitu Jalan Makam Teuku Nyak Arif. [Kompas]
Mohon maaf, ada kesalahan informasi soal gubernur Aceh, seharusnya residen adalah pejabat setingkat bupati/walikota. Atas pemberitahuan ini, kami sudah meralat kesalahan tersebut. Terima Kasih