Nukilan.id – Praktik penangkapan ikan dengan cara-cara yang merusak (destructive fishing) dan ilegal fishing semakin mengancam perairan laut Aceh. Kegiatan ini dapat merusak populasi ikan dan berdampak serius pada ekosistem laut.
Isu ini dibahas dalam diskusi “Ilegal Fishing dan Kerusakan Terumbu Karang di Aceh” yang diselenggarakan di halaman sekretariat Forum Jurnalis Lingkungan Aceh, Banda Aceh, pada Selasa, 6 Februari 2024.
Koordinator Jaringan KuALA Aceh, Gemal Bakri, menyatakan bahwa praktik penangkapan ikan tidak bertanggung jawab melibatkan tidak hanya ilegal fishing, tetapi juga destructive fishing. Metode destructive fishing sering melibatkan penggunaan bahan peledak seperti bom ikan dan zat beracun untuk menangkap ikan.
Gemal menekankan bahwa penggunaan bahan-bahan tersebut dapat menyebabkan kerusakan terumbu karang dan ekosistem laut di sekitarnya.
“Sampai hari ini, permasalahan tentang kerusakan laut semakin dirasakan nelayan. Mereka menghadapi kesulitan dalam menangkap ikan,” ujar Gemal.
Berdasarkan temuan di lapangan, kapal dari Sibolga seringkali menggunakan pukat harimau dan bom ikan untuk menangkap ikan di perairan laut Aceh. Hal ini mempengaruhi daya tangkap nelayan Aceh yang semakin meluas, namun, penindakan terhadap praktik ini minim.
Marine Specialist Fauna Flora International Program Aceh, Rahmad Dirgantara, menambahkan bahwa penangkapan ikan ilegal dengan metode merusak juga dilakukan oleh beberapa nelayan di Aceh, menggunakan metode seperti pemboman, pemberian racun, kompresor, dan jaring trawl.
“Penggunaan kompresor tidak hanya membahayakan keselamatan nelayan tetapi juga merusak ekosistem laut di Aceh,” kata Rahmad. Ia mencontohkan kerusakan terumbu karang di Pulo Aceh, Aceh Besar, yang sudah mencapai tingkat yang sangat mengkhawatirkan.
Akibatnya, tidak banyak lagi ikan yang dapat dijumpai karena terumbu karang mati dan berlumut. Dampaknya tidak hanya terbatas pada kerusakan ekosistem, melainkan juga merugikan masyarakat nelayan yang mengalami penurunan pendapatan karena sulitnya mendapatkan ikan.
Sementara itu, Pengawas Perikanan Muda Pangkalan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Lampulo Kementerian Kelautan dan Perikanan, Eko Prasetyo Ritanto, berjanji akan memperketat pengawasan terhadap praktik destructive dan ilegal fishing. Upaya ini akan diawali dengan sosialisasi kepada nelayan di wilayah perairan Aceh agar lebih banyak pihak yang peduli terhadap ancaman terhadap ekosistem kelautan.
“Langkah-langkah ini diharapkan dapat mengatasi praktik Ilegal dan Destructive Fishing di perairan Aceh,” tegas Eko Prasetyo Ritanto. []