Potensi Energi Terbarukan Aceh Belum Maksimal, Ini Kendalanya

Share

NUKILAN.ID | Banda Aceh – Di tengah dorongan global menuju transisi energi bersih, Provinsi Aceh dinilai belum maksimal memanfaatkan potensi energi terbarukannya yang melimpah. Padahal, Aceh memiliki bentang alam yang kaya akan sumber daya seperti matahari, angin, air, panas bumi, hingga biomassa.

Hal tersebut disampaikan oleh Muhammad Resqi, peneliti dari Perkumpulan Pembela Lingkungan Hidup (P2LH), dalam wawancara dengan Nukilan.id, Kamis (22/5/2025).

“Dengan bentang alam yang luas dengan kekayaan SDA, bauran energi terbarukan dalam kapasitas listrik di Aceh hanya baru 11,08%. Tentunya ini angka yang masih sedikit dalam dominasi energi Aceh mengingat kekayaan sumber daya alamnya,” ungkap Resqi.

Ia menilai, rendahnya kontribusi energi bersih ini bukan disebabkan oleh minimnya potensi, melainkan oleh berbagai hambatan struktural dan kebijakan yang belum berpihak secara optimal pada pengembangan energi terbarukan.

“Tantangan utama dalam mendorong investasi energi terbarukan adalah regulasi dan kebijakan,” lanjutnya.

Menurut Resqi, Aceh sejatinya telah memiliki kerangka hukum yang mendukung, yakni Qanun No. 4 Tahun 2019 tentang Rancangan Umum Energi Aceh (RUEA). Namun, ia menyayangkan bahwa aturan tersebut belum dijalankan secara efektif, bahkan perlu direvisi untuk menyesuaikan dengan dinamika energi saat ini.

“Misalnya, Aceh memiliki Qanun No. 4 tahun 2019 yang mengatur tentang Rancangan Umum Energi Aceh. Hanya saja qanun ini belum dilaksanakan dan direvisi dalam rangka memaksimalkan arus energi di Aceh,” katanya.

Ketiadaan arah kebijakan yang jelas, menurutnya, turut membuat investor berpikir ulang untuk menanamkan modal di sektor energi terbarukan. Apalagi, belum adanya jaminan kepastian pasar juga menjadi ganjalan serius.

“Sehingga, atas ketidakjelasan arah kebijakan terkait sektor ini menjadikan investasi di bidang energi bersih terhambat disamping tidak ada jaminan kepastian pasar di bidang energi terbarukan,” tegasnya.

Lebih jauh, Resqi menyoroti situasi di level nasional yang masih memberi ruang dominan bagi energi fosil dalam bauran energi nasional. Hal ini, menurutnya, memperumit ekosistem investasi energi bersih, termasuk di Aceh.

“Bahkan Indonesia sendiri masih terus menggalakkan penggunaan fosil dalam bauran energi. Sehingga ini menjadi tantangan dalam iklim investasi energi terbarukan,” ujarnya.

Di tengah urgensi krisis iklim dan komitmen Indonesia terhadap pengurangan emisi, pernyataan Resqi menggarisbawahi pentingnya reformasi kebijakan energi di tingkat daerah maupun nasional agar potensi besar energi bersih di Aceh tak terus menjadi narasi tanpa realisasi. (XRQ)

Reporter: AKIL

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News