Nukilan.id – Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Gayo Lues Fraksi Partai Demokrat H Ibnu Hasim memberi apresiasi kepada pemerintah Kabupaten Gayo Lues dan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) yang telah membentuk Satgas terpadu untuk mengantisipasi penyadapan dan perdagangan getah pinus secara ilegal.
“Langkah Pemkab Gayo Lues dan forkompimda membentuk satgas getah pinus ilegal sudah tepat, karena getah pinus dapat meningkatkan penerimaan negara bukan pajak, dan termasuk meningkatkan PAD. Jadi sangat tepat,” kata Ibnu Hasim di Belang Kejeren, Gayo Lues, Rabu (1/6/2022) malam.
Menurut Ibnu Hasim kerugian yang dialami atas penyadapan getah pinus ilegal tersebut adalah;
Pertama, adanya standar penyadapan yang tidak sesuai dengan standar operasional prosudur (sop) yang diterbitkan Direktorat Jendral Pengelolaan Hutan Produksi Lestari, Diretorat Usaha Jasa Lingkungan dan hasil hutan bukan kayu hutan produksi kementerian kehutanan dan lingkungan hidup nomor: sop.1/jasling/uhhbk/hpl.2/1/2020 tentang sistim evaluasi penyadapan getah pinus pada pemegang izin dan kerjasama kesatuan pengelolaan hutan, sehingga dikhawatirkan akan berdampak kepada keberlangsungan hidup pohon.
Kedua, adanya penyadapan yang dilakukan tidak mempunyai izin. Hal ini berdampak kepada tidak tertibnya penyadapan dan adanya penjualan getah keluar daerah.
Ketiga, adanya lahan pinus di dalam kawasan hutan area penggunaan lain (APL)yang merupakan lahan hak milik masyarakat yang telah besertipikat atau kepemilikan yang secara turun temurun telah dimiliki masyarakat diklaim oleh pemegang konsesi, sehingga jika pemilik lahan melakukan penyadapan dianggap ilegal dan melawan hukum. Dengan demikian pemilik lahan warga tidak bisa menjual kepada PT. Kencana Hijau sebagai perusahaan yang memiliki konsensi atau perusahaan lain yang mempunyai izin konsensi.
Kalau ada masyarakat yang mempunyai lahan pribadi menyadap dan menjual langsung ke PT. Kencana Hijau selaku perusahaan tunggal memproduksi gondurukem dan terpentin sekaligus penampung akhir getah pinus, harganya disesuaikan dengan harga yang berlaku yang tetapkan oleh PT. Kencana Hijau.
Harga tersebut bervariasi, tergantung kepada proses administrasi. Artinya apakah getah yang dibawa itu telah memenuhi kewajibannya, seperti pembayaran pada dan lain sebagainya. Jika tidak PT. Kencana Hijau memperhitungkan kewajiban yang harus dipenuhi dan setelah itu sisanya akan dibayarkan kepada petani.
Keempat, perbandingan harga di PT. Kencana Hijau dan harga diluar daerah jauh berbeda. Dikala harga lebih tinggi di luar daerah, masyarakat atau pemilik konsesi tidak akan menjual ke PT. Kencana Hijau, melainkan membawa keluar daerah.
Tindakan membawa/menjual ke luar daerah telah melanggar ketentuan yang telah ditetapkan oleh ingub nomor: 03/instr/2020, tentang moratorium getah pinus dibawa keluar daerah.
Dari kebijakan Gubernur ini telah dilakukan tindakan oleh penegak hukum dalam bentuk penangkapan barang bawaan di perbatasan.
Kelima, penetapan ingub nomor: 03/instr/2020 secara inflisit PT. Kencana Hijau sebagai agen tunggal dalam penampungan getah pinus di Gayo Lues, karena perusahaan pengolah getah pinus menjadi gondurukem dan terpentin satu satunya PT. Kencana Hijau.
Namun, pertimbangan hukum dari ingub ini tidak menyertakan aturan apa yang melarang membawa getah pinus keluar daerah. Yang ada hanya tercamtum pertimbangan logika, yaitu bahwa masyarakat Aceh saat ini sangat membutuhkan gondurukem dan terpertin.
Dari kebijakan tersebut sehingga untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Aceh sementara waktu getah pinus yang ada di Aceh dilarang dibawa keluar daerah dan harus diproduksi di Aceh untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Aceh dan untuk meningkatkan harga jual getah pinus dan menampung tenaga kerja.
Dalam teori, agen tunggal terhadap suatu produk yang secara umum bisa diproduksi oleh semua orang akan dapat terjadi menopoli harga, untuk itu pihak terkait harus mengawasi harga dan juga harus sesuai harga pasar domestik.
Keenam, terhadap ingub nomor: 03/instr/2020, Ibnu Hasim sangat mengapresiasi pemerintah Aceh, namun kalau dalam perjalannya merugikan masyarakat dan pemerintah daerah, maka pemerintah Aceh agar mengkaji lebih lanjut.[]