Nukilan.id – Polda Sumatera Barat dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumbar, dalam Maret ini menangkap dua pelaku perdagangan satwa dilindungi dari kura-kura moncong babi sampai trenggiling. Petugas menduga kedua pelaku yang ditangkap di tempat terpisah ini saling terhubung alias satu jaringan. Mereka saling kenal.
Kasus pertama, BKSDA dan Polda Sumbar bersama-sama mengamankan, MIH di Kota Payakumbuh 8 Maret. Mereka membawa 472 kura-kura moncong babi (Carettochelys insculpta) dan enam baning cokelat (Manouria emys).
Ardi Andono, Kepala BKSDA Sumbar mengatakan, satwa sitaan dirawat kerjasama dengan komunitas reptil di Padang. Kura-kura moncong babi banyak masih kecil hingga tingkat kematian cukup rawan dan perlu perawatan ekstra.
Moncong babi dan baning cokelat merupakan satwa liar dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri LHK Nomor P.106/2018 tentang jenis tumbuhan dan satwa dilindungi. Dua satwa ini juga masuk daftar merah International Union for Conservation of Nature( IUCN). Moncong babi masuk kategori rentan punah dan status baning cokelat kritis.
Baca Juga: Peringati Word Wildlife Day, HAkA Kampanyekan Pelestarian Satwa Liar di Aceh
Zulmi Gusrul, Satgas Polisi Hutan BKSDA Sumbar mengatakan, 472 moncong babi akan kirim kembali ke habitatnya, di Papua.
“Yang 472 itu endemik Papua. Kami secepatnya rilis ke Papua. Kami sudah kontak Papua dan menunggu jadwal berangkat. Sekarang perlu perawatan intensif di Kantor BKSDA di Khatib Sulaiman,” katanya 15 Maret lalu.
Kasus kedua, Polda Sumbar meringkus pedagang satwa dilindungi 11 Maret. Mereka menduga ini satu jaringan dengan MIH.
Pada kasus ini tersangka akan menjual tiga kucing hutan (Prionailurus bengalensis), satu kura-kura baning cokelat (Manouria emys) satu trenggiling (Manis javanica).
Kombes Pol Satake Bayu, Kabid Humas Polda Sumbar mengatakan, MAD tertangkap tangan saat memperniagakan satwa dilindungi dalam keadaan hidup dan ditemukan langsung oleh petugas di Kecamatan Lubuk Begalung, Kota Padang.
Semua satwa sitaan itu, katanya, masuk daftar merah IUCN.
MAD mengunggah gambar satwa gunakan nama palsu, Astle di akun Facebook. Kebanyakan satwa yang tidak dilindungi tetapi ada kucing hutan, baning cokelat maupun trenggiling.
“Atau grup Facebook hewan peliharaan Padang atau WhatsApp group jual beli hewan dalam handphone pelaku,” katanya.
Berdasarkan pengakuan pelaku, katanya, kucing hutan dibeli Rp200.000 dan jual lagi Rp350.000. Untuk trenggiling beli Rp1 juta dan jual ke pembeli lokal Rp3 juta.
Untuk baning cokelat pelaku beli Rp200.000 dan jual pada pembeli lokal Rp500.000.
AKP Gusnedi, Kanit I Subdit IV Ditreskrimsus Polda Sumbar mengatakan, semula mendapat informasi dari masyarakat dan melakukan penyelidikan berhari-hari.
“Sebenarnya, ada yang terjual dengan harga lebih mahal. Terus kita kembangkan ternyata masih ada yang akan datang. Kita tunggu ternyata hanya satu trenggiling dan langsung kita ungkap,” kata Gusnedi.
MAD diduga satu jaringan dengan MIH. “Pelaku tahu perbuatannya salah,” katanya.
Perdagangan satwa ilegal ini, katanya, tak hanya nasional atau lokal juga internasional. “Jadi, mana yang laku dulu baru jual. Ini yang kita pantau beberapa hari sebelum penangkapan.”
Zulmi Gusrul, Satgas Polisi Hutan (BKSDA Sumbar mengatakan, semua satwa sudah mereka periksa kesehatan. Trenggiling, sitaan barang bukti dilepasliar BKSDA di Taman Hutan Rakyat Bung Hatta.
Pada 15 Maret, BKSDA bersama Polda Sumbar melepasliar satwa satwa liar sitaan di Taman Hutan Rakyat Bung Hatta.
Ardi mengatakan, satwa lepas liar adalah enam kura-kura kaki gajah baning cokelat dari sitaan di Payakumbuh dan Kota Padang dan dua trenggiling.
Sementara itu, dinilai bisa mengungkap kasus perdagangan satwa, Zoo Ostrava Republik Ceko beri penghargaan pada Polda Sumbar dan BKSDA.
“Kami bantu dengan yayasan, Kehutanan, Polda Sumbar. Kami lihat di Sumbar ada beberapa kasus berhasil diungkap Polda Sumbar dan BKSDA Sumbar terkait penjualan hewan langka. Kami berikan apresiasi kepada dua instansi ini yang berhasil menggagalkan penjualan satwa langka,” kata Frantisek Pribsky, Coordinator of International In SItu Project Chief of Conservation Department Zoo Ostrava Republic Ceko, 15 Maret lalu.
Sementara Marison Guciano, Direktur Eksekutif FLIGHT Protecting Indonesia’s Bird mengatakan, perdagangan satwa ilegal ke luar negeri cenderung terbatas selama COVID-19.
Untuk trenggiling, misal, rata-rata pasar ke Tiongkok. “Karena corona barang susah masuk karena semua barang harus dibuka, diperiksa dan disemprot diinsfektan untuk mematikan virus.”
Dengan keterbatasan pasar luar, katanya, banyak pengepul lokal memasarkan secara online, seperti di Facebook.
“Kalau untuk hewan peliharaan eksotik rata-rata dikirim ke Timur Rengah. Kayak siamang, gibon, orangutan, macan dahan dan kucing hutan. Rata-rata ke TImur TEngah seperti Kuwait, Libya dan lain-lain, rata-rata ke situ.”
Marison mengatakan, pasar lokal juga ada. “Pasarnya di Sumatera dan Jawa. Lebih besar di Jawa. Itu diselundupkan melalui Pelabuhan Bakauheni,” katanya.
Marison mengatakan ada dua pintu keluar. Pertama, dari Pelabuhan Bakauheni ke Jakarta. Kedua, ke luar negeri melalui Kepulauan Riau lalu ke Malaysia. [Mongabay]