Pernyataan Prabowo tentang Memaafkan Koruptor Tuai Polemik

Share

NUKILAN.id | Jakarta — Pernyataan Presiden Prabowo Subianto tentang pemberian kesempatan kepada koruptor untuk bertobat dengan cara mengembalikan uang hasil korupsi menuai perdebatan luas di tengah masyarakat. Pernyataan tersebut disampaikan Presiden dalam pidato di hadapan mahasiswa Indonesia di Universitas Al-Azhar, Mesir, yang disiarkan melalui kanal YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (19/12/2024) lalu.

“Saya dalam minggu-minggu ini, bulan-bulan ini, memberi kesempatan untuk tobat, hei para koruptor atau yang merasa pernah mencuri dari rakyat. Kalau kau kembalikan yang kau curi, ya, mungkin kita maafkan. Tapi kembalikan dong,” ujar Presiden Prabowo.

Pernyataan Presiden yang paling memicu kontroversi adalah, “Cara mengembalikannya bisa diam-diam supaya enggak ketahuan. Tapi kembalikan.”

Ucapan tersebut segera menjadi sorotan publik, memicu diskusi tentang apakah pernyataan itu hanya bentuk gurauan di tengah pidato atau sebuah kebijakan normatif dari Presiden Republik Indonesia.

Untuk memahami implikasi lebih jauh dari pernyataan Presiden, Nukilan.id berbincang dengan Nicholas Siagian, Direktur Eksekutif Asah Kebijakan Indonesia. Nicholas menyoroti kalimat yang mendorong koruptor mengembalikan uang secara “diam-diam”.

“Bagaimana pengembalian secara diam-diam bisa dilakukan? Bukankah pengembalian uang negara harus melalui lembaga resmi seperti Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) atau lembaga berwenang lainnya?” katanya saat diwawancarai oleh Nukilan.id, pada Jumat (3/1/2025).

Nicholas juga menjelaskan bahwa korupsi memiliki dampak sosial dan biaya implisit yang lebih besar daripada jumlah kerugian langsung.

“Biaya sosial korupsi, seperti meningkatnya bunga utang negara atau dampak domino yang merugikan pembangunan dan pelayanan publik, jauh melampaui nilai nominal yang dikorupsi,” tuturnya.

Ia mengingatkan bahwa korupsi adalah kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang merusak tatanan negara dan kehidupan sosial. Kebijakan yang terkesan lunak terhadap koruptor, menurutnya, dapat melemahkan semangat pemberantasan korupsi.

“Undang-undang secara tegas menyebut koruptor sebagai pelaku kejahatan luar biasa karena dampaknya yang sangat merusak negara dan masyarakat,” jelasnya.

Nicholas menegaskan bahwa dampak korupsi tidak hanya merugikan individu, tetapi juga dapat menghancurkan bangsa secara keseluruhan.

“Korupsi tidak hanya melibatkan perbuatan individu yang menyalahgunakan kekuasaan untuk keuntungan pribadi, tetapi juga menjerumuskan bangsa dalam berbagai krisis ekonomi, sosial, dan politik,” tutupnya. (XRQ)

Reporter: Akil Rahmatillah

spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News