NUKILAN.id | Banda Aceh – Neraca perdagangan luar negeri Provinsi Aceh pada Januari 2025 mengalami defisit sebesar 24,97 juta dolar AS. Defisit ini terjadi akibat nilai ekspor yang hanya mencapai 50,85 juta dolar AS, sementara impor melonjak hingga 75,82 juta dolar AS. Ketidakseimbangan ini menandakan adanya tantangan serius dalam perdagangan luar negeri Aceh di awal tahun.
Analis Pengelola Keuangan APBN Ahli Madya Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh, Haifa Sari, mengungkapkan bahwa nilai ekspor barang asal Aceh pada Januari 2025 mengalami penurunan drastis sebesar 28,56 persen dibandingkan bulan sebelumnya.
“Defisit ini menunjukkan ketidakseimbangan antara ekspor dan impor barang di provinsi tersebut. Nilai ekspor barang asal Provinsi Aceh pada Januari 2025 mengalami penurunan signifikan sebesar 28,56 persen dibandingkan dengan bulan Desember 2024,” ujarnya dalam konferensi pers di Banda Aceh, Senin (3/3/2025).
Menurut Haifa, penurunan ekspor ini mencerminkan berkurangnya permintaan barang asal Aceh di pasar internasional. Kendati demikian, beberapa sektor tetap berkontribusi terhadap ekspor, terutama komoditas bahan bakar mineral. Batubara masih menjadi andalan ekspor Aceh, dengan nilai mencapai 36,81 juta dolar AS pada Januari 2025.
India tercatat sebagai negara tujuan ekspor utama Aceh, dengan nilai mencapai 31,76 juta dolar AS, yang sebagian besar berasal dari batubara. Secara keseluruhan, sektor pertambangan mendominasi ekspor Aceh dengan total 36,84 juta dolar AS, menegaskan perannya sebagai tulang punggung perdagangan luar negeri provinsi ini.
Namun, lonjakan impor yang signifikan juga menjadi perhatian. Pada Januari 2025, nilai impor Aceh meningkat tajam hingga 654,49 persen dibandingkan Desember 2024. Peningkatan ini didorong oleh impor bahan bakar mineral yang mencapai 66,74 juta dolar AS.
Sebagian besar ekspor barang asal Aceh dilakukan melalui pelabuhan setempat, dengan nilai mencapai 39,61 juta dolar AS atau sekitar 77,90 persen dari total ekspor. Meski mengalami defisit, peran pelabuhan Aceh tetap menjadi faktor kunci dalam aktivitas perdagangan luar negeri provinsi ini.
Dengan tren ini, para pelaku ekonomi dan pemerintah daerah diharapkan dapat mencari solusi untuk memperkuat ekspor sekaligus mengelola laju impor agar keseimbangan perdagangan dapat kembali tercapai.
Editor: Akil