Nukilan.id – Pengacara asal Aceh Dr. Teuku Syahrul Ansari, SH. MH menilai tindakan pemerintah Aceh menggunakan dana refocusing diluar kebutuhan penanganan covid-19, sangat beresiko, karena dapat beda persepsi dengan legislatif dan aparatur penegak hukum.
“Persepsinya bisa berbeda dengan aparatur penegak hukum yang punya standart atau protokol tersendiri dalam memandang hal ini,” kata Teuku Syahrul ketika dikonfirmasi Nukilan.id, kamis (05/8/2021).
Syahrul menanggapi itu terkait penjelasan Sekretaris Daerah Aceh dr Taqwallah yang menyebut Dana Refocusing Tidak Harus Digunakan untuk Penanganan Covid seperti disampaikan kepada Badan Anggaran DPR Aceh, Kamis.
Menurut Teuku Syahrul Ansari, perlakuan pemerintah Aceh itu bisa dianggap menyalahgunakan wewenang, dalam bahasa prancis disebut Detournement De Pouvoir, yang berarti aparatur menempatkan dana yang sudah dianggarkan, untuk alokasi kegiatan lain dan bukan alasan kedaruratan.
“Ini diatur dalam hukum Administrasi Negara, dan banyak negara menganggap ini korupsi,” katanya.
Teuku Syahrul mengatakan, walaupun itu masih abu abu, sebaiknya berhati-hati dengan persepsi korupsi yg berbeda beda ini.
Putra Aceh yang biasa disapa Alon ini menjelaskan, dilihat dari sifat dan jenisnya, bahwa Peraturan Pemerintah (Perpu), itu untuk kedaruratan penanganan Covid, atau dana refocusing bisa untuk sarana dan prasarana yang mendukung penanggulangan Covid 19, yang dianggap mendesak.
Namun—katanya—itu harus dikembalikan pada protokol atau kebijakan hukum keuangan yang berkenaan dengan reforcusing ini.
“Sehingga dalil Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Aceh dalam bernarasi secara hukum dapat dipertanggung jawabkan, serta bermanfaat bagi rakyat Aceh,” ujarnya.
Reporter : Irfan