NUKILAN.ID | Banda Aceh – Pengamat bisnis Universitas Syiah Kuala (USK), Fakhrurrazi, menilai rencana pemerintah untuk menerapkan royalti musik kepada masyarakat, termasuk pelaku usaha, tidak wajar dan berpotensi menambah beban Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Menurutnya, masyarakat selama ini sudah berkontribusi terhadap industri musik melalui layanan berbayar. Fakhrurrazi menekankan bahwa ketika seseorang menggunakan aplikasi streaming seperti Apple Music, Spotify, atau Joox, sebenarnya mereka sudah membayar biaya lisensi untuk mendengarkan musik. Karena itu, jika pemerintah kembali membebankan royalti, maka hal tersebut dianggap sebagai pungutan ganda yang tidak masuk akal.
“Iya maksudnya nggak wajar aja pemerintah mencoba untuk menarik royalti dari masyarakat, jadi pemerintah itu zalim. Karena masalah hak cipta itu kita sudah beli streaming, masyarakat ada beli streaming, kenapa kena lagi. Apple Music, Spotify, Joox, itu kan sewa, kenapa kena lagi, maksudnya itu apa,” ujarnya kepada Nukilan, Kamis (21/8/2025).
Ia menilai, masyarakat pada dasarnya tidak keberatan jika hak cipta musisi dilindungi, namun mekanisme yang diambil pemerintah tidak boleh memberatkan konsumen dan pelaku usaha kecil. Dalam pandangannya, kebijakan ini lebih terkesan mencari keuntungan tambahan dari publik, alih-alih memberikan perlindungan yang adil kepada para pencipta karya.
Fakhrurrazi juga menyoroti kondisi perpajakan di Indonesia yang menurutnya sudah cukup memberatkan. Hampir semua sektor terkena pajak, mulai dari kebutuhan dasar, produk konsumsi, hingga layanan digital. Jika ditambah dengan royalti musik, ia menilai kebijakan tersebut akan semakin menekan masyarakat kecil yang saat ini masih berjuang di tengah keterbatasan ekonomi.
“Sekarang semua kena pajak, jadi nggak tahulah saya, maksudnya, maunya pemerintah itu gimana,” katanya.
Apalagi, kata dia, UMKM saat ini menghadapi penurunan daya beli. Kondisi ekonomi yang belum stabil membuat pelaku usaha sulit meningkatkan pendapatan. Jika pemerintah menambah beban baru berupa kewajiban royalti, maka risiko yang muncul adalah semakin turunnya daya beli masyarakat dan naiknya harga barang serta jasa. Situasi ini, menurutnya, dapat berkontribusi terhadap lonjakan inflasi dalam waktu dekat.
“UMKM daya belinya semakin berkurang, lagi nggak ada duit, jadi kemungkinan ya jadi inflasi ke depan,” ujarnya.
Karena itu, Fakhrurrazi menekankan pentingnya kehati-hatian pemerintah dalam merumuskan kebijakan yang berdampak luas. Ia menilai, aturan yang menyangkut masyarakat kecil seharusnya melalui kajian mendalam, termasuk analisis terhadap dampak sosial dan ekonomi. Jika tidak, kebijakan yang dimaksudkan untuk melindungi hak cipta justru dapat menimbulkan keresahan baru di tengah publik.
“Jadi kita harapkan pemerintah lebih bijaksana dalam menerapkan sesuatu aturan,” tutupnya. []
Reporter: Sammy