Penaklukan Islam di Hispania: Awal Peradaban Al-Andalus 29 April 711

Share

NUKILAN.id | Banda Aceh – Pada 29 April 711, sebuah momen penting dalam sejarah Eropa terjadi ketika pasukan Muslim yang dipimpin oleh seorang jenderal muda bernama Tariq bin Ziyad menjejakkan kaki di sebuah tanjung berbatu di ujung selatan Semenanjung Iberia.

Tempat itu kelak dikenal sebagai Gibraltar, berasal dari bahasa Arab Jabal Tariq—Gunung Tariq. Tanpa disadari, pendaratan ini akan mengubah wajah Eropa Barat untuk delapan abad ke depan, melahirkan peradaban gemilang bernama Al-Andalus.

Retaknya Kerajaan Visigoth

Sebelum kedatangan Islam, Hispania diperintah oleh Kerajaan Visigoth, sebuah kekuatan Kristen yang telah bercokol selama tiga abad. Namun kekuasaan itu rapuh, diguncang perebutan tahta dan konflik internal.

Dalam buku Muslim Spain and Portugal: A Political History of Al-Andalus, Nukilan.id menemukan bahwa kematian Raja Witiza membuka babak baru dalam krisis kepemimpinan. Roderick, yang mengklaim mahkota, tak diakui oleh semua bangsawan Visigoth.

Salah satu tokoh yang menentangnya adalah Count Julian, Gubernur Ceuta, yang konon mengundang kekuatan Muslim untuk menggulingkan Roderick..

Menurut sejarawan Muslim abad ke-9, Ibn Abd al-Hakam dalam Futuh Misr wa’l-Maghrib, permintaan bantuan itu diterima oleh Musa bin Nusayr, Gubernur Umayyah di Afrika Utara. Ia lalu mengirim jenderalnya yang paling terpercaya, Tariq bin Ziyad, untuk melakukan ekspedisi militer ke Hispania.

Langkah Pertama: Pertempuran Guadalete

Dengan pasukan sekitar 7.000 hingga 12.000 prajurit, mayoritas dari suku Berber, Tariq mendarat di Gibraltar pada 9 April 711. Dua bulan kemudian, pada 19 Juli, pasukan Muslim berhadapan langsung dengan tentara Visigoth yang dipimpin Raja Roderick di dekat Sungai Guadalete.

Pertempuran ini menjadi titik balik sejarah. Dalam The Arab Conquest of Spain, 710–797, diceritakan bahwa pasukan Roderick mengalami kekalahan telak. Raja itu sendiri tewas dalam pertempuran, dan kerajaan Visigoth pun runtuh dalam hitungan minggu. Jalan menuju penaklukan terbuka lebar.

Lahirnya Al-Andalus

Setelah kemenangan di Guadalete, pasukan Muslim melaju tanpa banyak perlawanan. Kota Toledo, ibu kota Visigoth, jatuh pada tahun yang sama. Disusul oleh Cordoba dan Sevilla pada 712. Tak lama kemudian, Musa bin Nusayr menyusul dengan bala bantuan dan memperluas kendali Muslim hingga ke pegunungan Pirenia, berbatasan dengan wilayah Prancis saat ini.

Pada tahun 718, hampir seluruh wilayah Hispania berada di bawah kekuasaan Islam, kecuali beberapa kantong di utara seperti Asturias. Dari sinilah Al-Andalus, nama yang diberikan Muslim untuk wilayah tersebut, mulai tumbuh sebagai entitas politik dan budaya yang unik.

Mercusuar Peradaban

Berbeda dengan citra penaklukan yang brutal, kehadiran Islam di Hispania justru memunculkan zaman keemasan di bidang ilmu pengetahuan, arsitektur, dan kebudayaan. Kota Cordoba menjadi pusat intelektual dunia pada abad pertengahan, menyaingi Baghdad dan Konstantinopel.

Dikutip dari The Ornament of the World: How Muslims, Jews, and Christians Created a Culture of Tolerance in Medieval Spain, ribuan manuskrip karya filsuf Yunani dan Romawi diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, lalu ke Latin, yang kelak menjadi bahan bakar bagi Renaisans Eropa. Di perpustakaan Cordoba, lebih dari 400.000 naskah disimpan, jumlah yang menyaingi perpustakaan manapun di Eropa kala itu.

Selain ilmu pengetahuan, Al-Andalus juga dikenal karena toleransi beragamanya. Umat Kristen dan Yahudi diperbolehkan mempraktikkan ajaran mereka dengan status dzimmi—kaum yang dilindungi hukum Islam, meskipun membayar pajak khusus.

Senjakala dan Akhir Era Emas

Namun kejayaan itu tak abadi. Sejak abad ke-11, kerajaan-kerajaan Kristen di utara mulai melakukan Reconquista—gerakan perebutan kembali wilayah yang dikuasai Muslim. Secara bertahap, wilayah Al-Andalus menyusut. Puncaknya terjadi pada 1492, ketika Granada—kota terakhir Muslim di Iberia—jatuh ke tangan pasangan monarki Katolik, Ferdinand dan Isabella. Bersamaan dengan itu, berakhir pula sejarah panjang peradaban Islam di Eropa Barat.

Warisan yang Tak Pernah Padam

Meski kekuasaan Islam di Iberia telah lama berlalu, jejaknya masih terasa hingga kini. Dari istana Alhambra di Granada hingga pengaruh bahasa Arab dalam kosakata Spanyol modern, warisan Al-Andalus tetap hidup. Penaklukan Tariq bin Ziyad bukan sekadar peristiwa militer, tetapi awal dari percampuran budaya yang menghasilkan salah satu peradaban paling cemerlang dalam sejarah manusia. (XRQ)

Reporter: Akil

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News