NUKILAN.ID | TAPAKTUAN – Pemerintah Aceh bersama Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) dinilai perlu memperketat pengawasan terhadap dayah untuk mencegah munculnya predator berkedok agama. Pandangan tersebut disampaikan Koordinator Wilayah Barat Yayasan P2TP2A Rumoh Putroe Aceh, Gusmawi Mustafa, menanggapi kasus asusila yang belakangan kembali menyeret pimpinan pondok pesantren di Aceh.
Ia menegaskan, langkah nyata harus segera dilakukan agar peristiwa serupa tidak terulang.
“Pertama harus ada pengawasan ketat dan transparan. Pemerintah Aceh bersama MPU harus memperkuat mekanisme pengawasan terhadap dayah, khususnya dalam aspek perlindungan santri,” katanya kepada Nukilan.id, Rabu (17/9/2025).
Gusmawi juga mendorong adanya uji kompetensi bagi para pengasuh, pimpinan, dan guru pesantren. Menurutnya, hal ini penting untuk memastikan kelayakan dalam berbagai aspek, mulai dari keilmuan, akhlak, manajemen, hingga perlindungan anak.
“Uji ini bukan sekadar formalitas, melainkan agar menjadi acuan evaluasi untuk keberlanjutan izin dayah,” lanjutnya.
Ia menambahkan, perlu tersedia saluran pelaporan yang aman bagi korban, tanpa risiko intimidasi, serta memastikan proses hukum berjalan tanpa kompromi. Dayah yang pimpinannya terbukti melakukan pelanggaran asusila, kata dia, harus ditutup permanen.
“Oknum yang bersalah perlu masuk daftar hitam (blacklist) sehingga tidak lagi diberi kesempatan mengelola lembaga pendidikan agama,” ungkapnya.
Menurutnya, dayah juga wajib melakukan evaluasi mendalam terhadap sistem kepemimpinan dan pengawasan internal. Santri serta wali santri perlu dibekali pendidikan kritis tentang makna menghormati guru secara benar.
“Terakhir, santri dan wali santri harus diberi pemahaman bahwa menghormati guru tidak berarti membenarkan setiap perbuatannya, apalagi yang melanggar syariat,” jelas Gusmawi.
Ia menegaskan, kasus asusila di lingkungan pimpinan dayah bukan sekadar pelanggaran moral, tetapi juga pengkhianatan terhadap agama, masyarakat, dan generasi penerus bangsa.
“Jika ini kita dibiarkan, kepercayaan terhadap dayah akan runtuh, dan cita-cita menjadikan Aceh sebagai teladan syariat Islam akan hancur di tangan para oknum yang rakus oleh hawa nafsu,” tegasnya.
Menutup pernyataannya, Gusmawi mengajak semua pihak untuk bersatu mencegah ruang gerak para pelaku agar lembaga pendidikan agama di Aceh kembali menjadi benteng akhlak, bukan tempat subur bagi predator berkedok agama.
“Sudah saatnya pemerintah, ulama, dan masyarakat bersatu menutup ruang bagi kejahatan ini. Dayah harus kembali menjadi benteng akhlak, bukan tempat subur bagi predator berkedok agama,” ujarnya.
Untuk diketahui, publik Aceh dihebohkan dengan beredarnya video penggerebekan sepasang kekasih yang tengah berhubungan intim di dalam mobil minibus berwarna putih di Pantai Desa Kahad, Teupah Tengah, Simeulue, Kamis (11/9/2025). Pria dalam video tersebut diketahui sebagai pimpinan pesantren, Ustaz FAH, yang juga disebut menjabat Ketua Da’i Perbatasan.
Kasus ini menambah luka masyarakat Aceh setelah sebelumnya, pada Selasa (9/9/2025), aparat Satreskrim Polres Aceh Utara menangkap pimpinan dayah berinisial T alias Walid (35) karena diduga memperkosa santriwati berusia 16 tahun. Dua peristiwa tersebut memicu kecaman luas, baik dari masyarakat Aceh maupun secara nasional. (XRQ)
Reporter: Akil