NUKILAN.id | Banda Aceh – Nasruddin alias Nyak Dhien Gajah, salah satu relawan yang terlibat dalam perjuangan memenangkan pasangan Mualem-Dek Fadh pada Pilkada Aceh, menyampaikan kekhawatirannya terkait gerak-gerik sejumlah Kepala Dinas di lingkungan Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA) yang sebelumnya diketahui mendukung pasangan calon nomor 01. Ia menilai, beberapa pejabat tersebut kini mulai merapat ke tim sukses Mualem-Dek Fadh serta mendekati keluarga dan kerabat Gubernur terpilih.
Dalam pernyataannya kepada media, Nyak Dhien mengungkapkan bahwa manuver politik ini terlihat semakin jelas setelah kemenangan pasangan Mualem-Dek Fadh diumumkan.
“Saya melihat gerak-gerik mereka dengan sangat jelas, seperti para kepala dinas yang dulu mendukung 01, sekarang sudah mulai dekat dengan tim sukses Mualem-Dek Fadh, bahkan ke keluarga dan kerabat Gubernur terpilih,” ujarnya.
Nyak Dhien menyampaikan kiasan pedas untuk menggambarkan situasi tersebut. Ia berkata, “Bek yang meu ue kubeu yang pajoh bu mie,” yang berarti “yang membajak tanah itu kerbau, tapi yang makan nasi adalah kucing.” Pernyataan ini menyindir perilaku pejabat yang oportunistis, mengubah dukungan untuk keuntungan pribadi meskipun sebelumnya mereka secara terang-terangan berpihak pada kubu lawan.
Lebih jauh, Nyak Dhien mengklaim memiliki informasi dari sumber terpercaya mengenai kepala dinas yang membantu urusan pribadi tim sukses Mualem-Dek Fadh, termasuk pengurusan perjalanan luar negeri.
“Saya mendapatkan informasi bahwa ada Kadis yang membantu mengurusi kepergian tim sukses 02 ke Malaysia, dari paspor hingga tiket pesawat. Saya memastikan para kadis melobi orang yang salah. Ini jelas sangat mencurigakan dan perlu mendapatkan perhatian serius,” tegasnya.
Ia memperingatkan bahwa praktik seperti ini, meski umum dalam dunia politik, tetap harus diwaspadai. Nyak Dhien menegaskan bahwa pasangan Mualem-Dek Fadh perlu bijak dan tegas dalam menentukan pejabat strategis. Menurutnya, mengedepankan integritas dan kompetensi jauh lebih penting daripada memilih berdasarkan kedekatan politik semata.
“Banyak birokrat yang bermental oportunis, lebih mementingkan kepentingan pribadi atau kelompok, dengan memanfaatkan momentum politik demi posisi strategis,” ujarnya. Fenomena ini, lanjutnya, menunjukkan bagaimana kekuasaan birokrasi kerap dimanfaatkan untuk kepentingan jangka pendek alih-alih membangun daerah.
Nyak Dhien menyarankan agar Mualem-Dek Fadh memprioritaskan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) di atas kepentingan politik sempit. Ia juga menyerukan penolakan tegas terhadap politik transaksional yang hanya menguntungkan segelintir pihak.
“Hanya dengan cara ini, stabilitas politik bisa terjaga, dan visi-misi yang dijanjikan kepada rakyat Aceh dapat terwujud dengan baik. Birokrasi harus berorientasi pada kepentingan publik, bukan permainan kekuasaan yang merusak pemerintahan yang adil dan transparan,” tandasnya.
Editor: Akil