Nukilan.id – Kapal China sudah mulai melakukan operasi untuk mengangkat kapal selam Nanggala 402 secara cuma-cuma. Sejumlah pengamat menyebut operasi ini adalah kemenangan halus bagi Beijing dan memberikan kesempatan bagi China untuk memetakan wilayah perairan penting yang menghubungkan Samudera Hindia dengan Laun China Selatan.
Indonesia sudah menerima tawaran China untuk mengirimkan tiga kapal, termasuk kapal yang mempunyai kemampuan hidrografis Tansuo 2, untuk mengangkat kapal selam berusia 44 tahun yang tenggelam di wilayah utara perairan Bali itu ketika melakukan latihan torpedo di dekat Selat Lombok dengan 53 anak buah kapal bulan lalu.
Dilansir dari laman the Australian, Jumat (6/5), juru bicara Angkatan Laut Indonesia mengatakan Kementerian Pertahanan menerima tawaran dari Australia, Amerika Serikat, Jepang, Rusia, dan China untuk membantu mengangkat kapal selam seberat 1.395 ton itu yang terbelah menjadi tiga bagian di dasar laut kedalaman 838 meter. Tapi Indonesia menerima tawaran dari Beijing karena “kapal mereka sudah dekat ke Indonesia dan bantuan itu sepenuhnya cuma-cuma.”
Pihak Indonesia membenarkan ketiga kapal China dan 48 penyelam mereka sudah memulai operasi pengangkatan itu setelah kapal Tansuo tiba di pelabuhan pada Rabu lalu, tapi kapal Indonesia TImas 1201 yang juga akan membantu proses pengangkatan masih dalam perjalanan.
Dua kapal Angkatan Laut Indonesia juga berada di lokasi, kata jubir AL, seraya menambahkan: “Kami perlu memantau mereka supaya mereka tidak sembarangan mengambil data.”
Nanggala adalah kapal selam pertama Indonesia yang mengalami kecelakaan, dan pemerintah didesak untuk mengangkat kapal selam dan menjelaskan penyebab terjadinya kecelakaan tersebut. Meski begitu, bagi sebagian kalangan, menerima tawaran China itu cukup mengherankan karena keterlibatan China dalam sengketa laut di kawasan dan ada kemungkinan Angkatan Laut China menempatkan alat sensor pemantau di wilayah perairan penting bagi lalu lintas pelayaran.
Sudah bukan rahasia lagi China akan mendapat keuntungan dengan misi pengangkatan kapal selama ini seperti dikatakan seorang pakar kemaritiman kepada media pemerintah China, Global Times, operasi ini akan mendukung tujuan keamanan nasional yang lebih jauh. Misi ini akan membuat China bisa “mempelajari peta geografi militer kemaritiman di kawasan itu sekaligus memperluas kerja sama internasional dan pengaruh mereka dalam hal misi penyelamatan,” kata pakar tersebut.
Selat Lombok disukai oleh kapal selam bersenjata nuklir karena daerah itu punya perairan cukup dalam dan tidak seramai Selat Malaka. Selain itu kapal di sana tidak diharuskan memperlihatkan bendera ketika sedang melintas. Perairan itu juga sering dipakai lalu lintas barang oleh Australia.
Australia memahami AS juga menawarkan bantuan tapi mereka tidak mau secara cuma-cuma. Sejumlah ahli memperkirakan biaya pengangkatan kapal selam itu bisa mencapai USD 200 juta atau setara Rp 2,8 triliun mengingat lokasi kapal selam itu tenggelam cukup dalam.
Pengamat keamanan kawasan Malcolm Cook mengatakan kepada The Australian, ini kali pertama China–yang bukan negara dengan tradisi maritim membantu operasi penyelamatan semacam ini–tidak seperti AS, Australia, dan Jepang–“akan memberikan bantuan kepada Indonesia di tengah situasi semacam ini.”
“Kalau Anda ingin membeberkan cara bagaimana meningkatkan kekuatan diplomasi China di Indonesia, maka saya tidak tahu cara lain yang lebih baik dari ini,” kata Cook. “Selat Lombok adalah kawasan yang sangat penting bagi lalu lintas kapal selam dan itu menjadi kegiatan yang sensitif dan sulit dilacak.
“Jika mereka bisa memetakan daerah itu maka mereka bisa punya informasi yang lebih baik tentang kondisi terkini dasar laut dan arus di Selat Lombok dan itu bisa menguntungkan bagi kapal selam China. Jika mereka juga bisa memasang alat sensor di selat itu maka mereka bisa melacak siapa saja yang melintasi kawasan itu dan itu bisa merugikan.”
Pengamat keamanan maritim di Singapura, Collin Koh mengatakan Angkatan Laut China jelas ingin menampilkan citra yang lebih lembut di kawasan sengketa Laut China Selatan yang sejumlah pulaunya sudah mereka bangun pangkalan militer.
Koh mengatakan pengerahan kapal survei oseanografi paling canggih milik China ini menjadi peringatan karena kemampuannya termasuk “memasang sensor dan benda lain yang bisa mengirimkan data secara reguler dalam jangka waktu cukup lama.”
“Menurut saya ini harus jadi perhatian semua orang. Apa pun yang menjadi ongkos China dalam operasi ini akan memberikan keuntungan yang jauh lebih besar dari ongkos yang mereka keluarkan.” [merdeka]