Nukilan.id – Staf Khusus dan Jubir Kementerian ATR/BPN, Teuku Taufiqulhadi mengatakan bahwa, mafia tanah kini mulai menyerang Menteri Sofyan Djalil dengan mempersoalkan hal-hal yang tidak relevan dengan wewenang ATR/BPN atau menggugat sesuatu yang telah baik di ATR/BPN.
“Kini mafia tanah mulai menghidupkan mesin untuk menyerang Menteri Sofyan Djalil,” kata Teuku Taufiqulhadi dalam keterangannya kepada Nukilan.id, Kamis (21/10/2021).
Taufiqulhadi menyemapaikan bahwa, selama kepemimpinan Pak Sofyan Djalil ada kemajuan sangat besar di kementeria ATR/BPN. Paling utama dan sangat penting, Sofyan Djalil mengejar para mafia tanah sampai ke ujung langit.
“Beliau membentuk satgas anti mafia tanah untuk pertama kali dalam sejarah kementerian ini. Dan, ia bersumpah, negara tidak boleh kalah dengan para mafia tanah. Dulu, semua pihak menikmati kondisi yang tanpa satgas anti mafia tanah. Akibatnya para mafia,” ujarnya.
Tapi meski merajalela, sambungnya, semua menganggap aman tanpa mafia. Kini berbeda, publik jadi tahu semua bahwa mafia tanah itu sangat banyak karena langkah Menteri Sofyan Djalil ini, para mafia menjadi kalang-kabut. Mereka mengerahkan segala segala kekuatan untuk menyerang balik Sofyan Djalil.
“Bahkan ada meminta mundur. Tangan-tangan yang pro-mafia pun kini bergerak dengan kekuatan penuh, dan mempersoalkan hal-hal yang tidak relevan dengan menggugat sesuatu yang telah baik di ATR/BPN,” sebutnya.
“Saya sebutkan misalnya masalah HGU dan HGB. HGU ini adalah wewenang gubernur untuk memberikan kepada suatu korporasi. Gubernur yang merekomendasikan, bukan BPN. Wewenang BPN hanya pada persoalan mengadministrasikan saja, yaitu memberikan hak berupa HGU atau HGB, jadi seharusnya ketika direkomendasikan, harus sudah dipahami keadaannya,” sambung Taufiqulhadi.
Lebih lanjut, dia mengatakan, jika sudah diduduki masyarakat, maka sebaiknya diselesaikan dulu dengan masyarakat. Korporasi dan pemda harus sudah membereskan keadaan tersebut terlebih dahulu.
Kemudian, kata Taufiqulhadi, konflik agraria juga bisa terjadi di tanah negara, misalnya tanah dikusai PTPN yang berkonflik dengan masyarakat. Konflik agraria di lahan PTPN tidak bisa diselesaikan oleh BPN karena itu domainnya Kementerian BUMN. Tapi Menteri BUMN pun tidak dengan gampang melepaskan aset negara agar konflik agraria selesai.
“Karena aset itu telah tercatat di perbendaharaan negara. Jadi menteri keuangan pun harus terlibat untuk menyetujuinya,” pungkasnya. []