Mengurai Fenomena Golput di Pilkada 2024: Bagaimana Strategi Meningkatkan Partisipasi Publik?

Share

NUKILAN.id | Banda Aceh – Fenomena golongan putih (golput) kembali menjadi perhatian pada Pilkada 2024. Tingginya angka golput di beberapa wilayah mencerminkan tantangan besar bagi pemerintah dan penyelenggara pemilu dalam mendorong partisipasi masyarakat.

Berdasarkan hasil quick count Litbang Kompas, angka golput di DKI Jakarta mencapai 42,07 persen. Suara sah hanya sebesar 53,33 persen, sementara suara tidak sah tercatat 4,6 persen. Di Jawa Barat, golput berada di angka 33,66 persen, dengan suara sah mencapai 63,59 persen dan suara tidak sah sebesar 2,75 persen. Sementara itu, data real count dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunjukkan angka golput di Aceh sebesar 23,41 persen.

Angka-angka tersebut mengindikasikan perlunya langkah strategis untuk meningkatkan partisipasi publik dalam pemilu. Menurut Koordinator Lab Demokrasi, Hilarius Bryan Pahalatua Simbolon, terdapat empat aspek utama yang harus diperkuat, yakni pendidikan politik, peran partai politik, akses bagi pemilih, dan pemanfaatan teknologi informasi.

Bryan menjelaskan, pendidikan politik menjadi kunci utama dalam membangun kesadaran masyarakat terhadap pentingnya demokrasi.

“Pendidikan politik harus dilakukan secara kreatif dan inklusif, melibatkan berbagai kalangan, terutama anak muda sebagai pemilih pemula,” katanya kepada Nukilan.id, Senin (2/12/2024).

Bryan menilai pendekatan yang terlalu formal sering kali tidak efektif. Oleh karena itu, pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya perlu mencari cara baru yang lebih menarik untuk menyampaikan edukasi politik.

Di sisi lain, Bryan menyoroti peran penting partai politik dalam kaderisasi. Ia menilai, partai politik harus tampil sebagai entitas yang benar-benar menjawab kebutuhan masyarakat.

“Partai politik tidak boleh hanya pragmatis, seperti mengusung tokoh yang populer atau menggunakan uang dan sembako untuk meraup suara. Fungsi utamanya sebagai wadah pencerdasan politik harus dikembalikan,” ungkapnya.

Dengan demikian, masyarakat dapat memiliki pilihan calon yang berkualitas dan mampu menjawab aspirasi mereka.

Aspek aksesibilitas juga tak kalah penting. Hilarius mencatat, salah satu penyebab utama golput adalah sulitnya pemilih menjangkau tempat pemungutan suara (TPS).

“Lokasi TPS yang jauh atau kurang inklusif sering kali menjadi kendala, terutama bagi lansia dan penyandang disabilitas,” jelasnya.

Bryan menekankan bahwa pemerintah perlu memastikan TPS mudah diakses oleh semua lapisan masyarakat, termasuk dengan menambah jumlah TPS jika diperlukan.

Kemajuan teknologi informasi juga disebutkan Hilarius sebagai alat potensial untuk menekan angka golput. Media digital, menurutnya, dapat digunakan untuk membangun edukasi publik yang lebih luas.

“Konten digital yang mencerdaskan, kampanye kreatif di media sosial, hingga informasi pemilu yang mudah diakses dapat mendorong masyarakat untuk lebih terlibat dalam proses demokrasi,” paparnya.

Dengan berbagai strategi tersebut, Bryan optimistis angka golput dapat ditekan pada pemilu mendatang. Namun, ia mengingatkan bahwa upaya ini memerlukan komitmen bersama dari pemerintah, penyelenggara pemilu, partai politik, dan masyarakat.

“Hanya dengan kolaborasi yang baik, demokrasi Indonesia dapat berjalan lebih inklusif dan partisipatif,” tutupnya. (XRQ)

Reporter: Akil Rahmatillah

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News