Nukilan.id – Presiden dan Wakil Presiden terpilih, Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming secara resmi dilantik dalam Sidang Paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dalam rangka Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Masa Jabatan 2024-2029 yang diselenggarakan di Gedung Nusantara MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Minggu (20/10/2024).
Prabowo juga secara resmi mengumumkan nama-nama menteri, wakil menteri, dan kepala badan di dalam kabinetnya untuk periode 2024-2029 yang bernama Kabinet Merah Putih di Istana Kepresidenan, Jakarta, Minggu malam. Sebanyak 48 menteri, 5 pejabat kementerian dan lembaga yang tidak berada di bawah koordinasi Menko, dan 56 wakil menteri.
Dalam pidato inaugurasinya di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, pascapelantikannya sebagai Presiden RI, Prabowo menyampaikan beberapa poin penting, di antaranya terkait penghapusan kemiskinan, kemandirian pangan, persatuan dan demokrasi, dan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Dia menyebutkan saat ini kita harus menghadapi kenyataan terkait masih banyaknya kebocoran penyelewengan korupsi di Indonesia dan yang membahayakan masa depan generasi mendatang.
“Kita harus berani mengakui terlalu banyak kebocoran-kebocoran dari anggaran kita penyimpangan-penyimpangan kolusi di antara para pejabat politik pejabat pemerintah di semua tingkatan dengan pengusaha-pengusaha yang nakal, jangan takut melihat realitas ini,” ujar Prabowo, dikutip Nukilan dari CNBC, Minggu (20/10/2024).
Kontradiktif dengan Kenyataan
Pengamat politik Lingkar Madani, Ray Rangkuti mengatakan bahwa pidato Prabowo terkait upaya pemberantasan korupsi di Indonesia itu masih kontradiktif dengan kenyataan yang ada saat ini. Dia menyebutkan misalnya pernyataan Prabowo soal “nol toleran terhadap korupsi”, namun kenyataan dia masih memilih Menteri yang sedang berhadapan dengan kasus korupsi. Rangkuti tidak menyebutkan siapa nama menteri yang dimaksud.
“Ketika beliau berbicara tentang zero toleran terhadap korupsi, jangan dipakai lagi dong menteri-menteri yang dikaitkan dengan tindak pidana korupsi. Jangan dipakai dong menteri yang mengatakan, boleh dong melanggar asal tidak ketahuan,” kata Ray Rangkuti, dilansir VOA, Minggu (20/10/2024).
Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2005-2013, Abdullah Hehamahua mengungkapkan sebesar 90 persen nama-nama calon menteri yang telah dipanggil Presiden Prabowo itu telah terlibat kasus korupsi. Selain itu, kata Abdullah, banyak menteri di era Jokowi yang kembali ditunjuk oleh Prabowo. Padahal menteri-menteri tersebut, sebut Abdullah, pernah tersandung kasus korupsi.
“90 persen terlibat korupsi karena beberapa menteri lama masih dipakai, padahal menteri lama itu terlibat korupsi seperti Airlangga (Menko Perekonomian) punya kasus nikel dan macam-macam, Ketum PAN (Zulkifli Hasan, Mendag) punya kasus, apalagi Bahlil (Menteri ESDM). Jadi orang-orang lama dari Jokowi itu semua orang yang terlibat korupsi,” tutur Abdullah, dikutip dari siaran Topik Berita Radio Silaturahim 729 AM, Bekasi, Jawa Barat, Jumat (18/10/2024).
Hal nyaris senada disampaikan Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman. Boyamin meminta Presiden Prabowo berpikir ulang dan tidak menunjuk tiga menteri yang bermasalah dengan kasus korupsi. Dia menyebut tiga nama yang juga menjabat menteri di era Jokowi, yaitu Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto, dan Menpora, Dito Ariotedjo.
“Saya mengingatkan Pak Prabowo untuk mengawasi orang-orang ini. Jangan sampai nanti timbul masalah dan itu mengerus kepercayaan publik kepada Pak Prabowo,” ujar Boyamin, dikutip dari Tempo, Rabu (16/10/2024).
Lembaga antikorupsi Transparancy International dalam laporan Corruption Perception Index (CPI) 2023 menyebutkan Indonesia hanya mendapatkan skor 34 yang bermakna persepsi publik menunjukkan bahwa budaya korupsi di Indonesia masih sangat mengkhawatirkan. Peringkat Indonesia berada jauh dari negara tetangga seperti Singapura yang mendapatkan skor 83, Malaysia dengan skor 50, Vietnam dengan skor 41, dan Thailand dengan skor 35. Peringkat Indonesia sama dengan Filipina yang sama-sama mendapatkan skor 34.
Vonis Ringan Terdakwa Korupsi
Dalam laporan mengenai tren vonis terhadap terdakwa korupsi sepanjang tahun 2023, Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebutkan mayoritas pelaku korupsi di Indonesia hanya divonis ringan. ICW menyebutkan telah terjadi masalah pada muara penegakan hukum dalam proses persidangan bagi para terdakwa korupsi. Menurut ICW, hukuman yang dijatuhkan majelis hakim kerap tidak mencerminkan keadilan baik bagi korban, negara, maupun masyarakat di mana pidana pokok, penjara, dan dendanya terbilang sangat ringan. Selain itu, Selain itu, hukuman tambahan seperti uang pengganti dan pencabutan hak tertentu juga tidak menggambarkan dampak kejahatan korupsi.
“Akibatnya, praktik korupsi terus berulang, kerugian negara membengkak, dan kinerja aparat penegak hukum lain (Kepolisian, Kejaksaan, dan KPK) menjadi tak berarti. Keseriusan menjaga komitmen antikorupsi dan keberpihakan pada korban semakin layak dipertanyakan kepada lembaga kekuasaan kehakiman,” tulis ICW dalam keterangannya, Senin (14/10/2024).
ICW menambahkan, proses hukum yang dijalankan oleh negara seharusnya mengedepankan konteks penjeraan bagi pelaku tanpa mengesampingkan pendekatan pidana modern seperti restoratif atau pemulihan, namun memanfaatkan semaksimal mungkin substansi hukum yang ada untuk mencegah berulangnya tindak pidana.
“Oleh sebab itu, mendorong aparat penegak hukum untuk menggunakan delik pencucian uang, memaksimalkan penelusuran aset hasil kejahatan, memanfaatkan aturan pidana tambahan uang pengganti, dan menghukum berat pelaku diyakini menjadi salah satu cara untuk menguatkan penegakan hukum pemberantasan korupsi.”
Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana menjelaskan sepanjang tahun 2023 terdapat sebanyak 1.649 putusan perkara dengan jumlah terdakwa sebanyak 1.718 orang. Dari total tersebut, pasal 2 dan 3 Undang-undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dianggap menjadi yang paling banyak dilanggar para terdakwa.
Penggunaan pasal-pasal ini, kata Kurnia, menyebabkan vonis terhadap pelaku korupsi menjadi ringan sehingga tak memberikan efek jera bagi pelaku di mana dalam pasal 3 menjatuhkan hukuman penjara minimum 4 tahun dan pasal 3 menjatuhkan hukuman penjara minimum 1 tahun. ICW membagi putusan hakim terkait tindak pidana korupsi ke dalam tiga kategori, yaitu di bawah 4 tahun dengan status ringan, 4 sampai 10 tahun dengan status sedang, dan di atas 10 tahun dengan status berat.
“Jadi omong kosong kalau ada yang mengatakan kita sudah serius dalam menindak pelaku korupsi. Proses penyidikannya bermasalah temuan dari tren penindakan, ternyata vonisnya pun tidak menggambarkan pemberian efek jera,” ujar Kurnia, dikutip VOA, Rabu (16/10/2024).
Dia menyebutkan kasus korupsi yang mendominasi selama tahun 2023 adalah korupsi yang merugikan keuangan negara yang mencapai 802 kasus, kemudian suap sebanyak 88 kasus, penggelapan sebanyak 63 kasus, dan pemerasan sebanyak 37 kasus.
Sementara kerugian negara akibat kasus korupsi selama tahun 2023, kata Kurnia mencapai Rp56 triliun. Sedangkan tahun yang paling banyak tercatat kerugian negara akibat korupsi terjadi pada tahun 2021, yaitu sebesar Rp62,9 triliun.
Karena itu, masyarakat menaruh harapan besar dan menanti komitmen Presiden Prabowo dengan Kabinet Merah Putih dalam upaya pemberantasan korupsi dan memberatkan vonis bagi terdakwa agar memberikan efek jera di Indonesia selama lima tahun ke depan. Harapan serupa juga dialamatkan publik kepada politisi Gerindra, Supratman Andi Atgas yang baru ditunjuk Prabowo sebagai Menteri Hukum yang sebelumnya juga menjabat sebagai Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) dalam Kabinet Indonesia Maju pemerintahan Jokowi-Ma’ruf. ***
Reporter: Sammy