Sunday, May 19, 2024

MaTA: Perubahan APBA Hanya Kebutuhan Para Elit, Tidak untuk Rakyat

Nukilan.id – Masyarakat Transparasi Aceh (MaTA) menolak secara tegas terhadap adanya perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) tahun 2021, mengingat kebutuhan perubahan hanya untuk para elit, sehingga isu rumah dhuafa dan insentif nakes dijadikan objek untuk mencari legitimasi publik.

“Jadi, seakan akan benar apa yang mereka nyatakan, dan publik sudah cerdas dalam menilai terhadap kemauan para pembajakan APBA selama ini,” kata Koordinator MaTA, Alfian kepada Nukilan.id, Rabu (29/9/2021).

Menurutnya, permintaan maaf itu sangat tidak patut, karena kalau Pemerintah Aceh bersama Legislatif serius kenapa tidak sejak pembahasan anggaran di awal tahun 2021 dialokasikan.

“Dan kenapa di akhir tahun mencoba berpura-pura serius. Jadi sudah patutnya dihentikan akal-akalan para pembajakan APBA. Apalagi secara regulasi perubahan tidak mendukung dengan waktu dan posisi pemerintah Aceh saat ini,” ujarnya.

Walaupun, lanjutnya, konsekuensi yang akan diterima kembali oleh Aceh terjadinya Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) yang besar, seperti SiLPA di tahun 2020 sebelumnya mencapai 3,9 triliun.

Lebih lanjut, kata Alfian, perlu juga diperhatikan bersama, realisasi anggaran 2021 per 27 September, keuangan 40,2% dan fisik 45,5%, dimana target realisasi di 30 September nanti 47% dari APBA 2021 sebesar 16.445 triliun.

“Dari realisasi anggaran tersebut, maka terlihat dengan jelas APBA 2021 tidak untuk rakyat, sementara untuk biaya operasional berserta gaji aparatur habis terpakai. Dan kemudian pertanyaannya adalah, mereka mengurus apa selama ini? ambil gaji dan fasilitas mewah tapi tidak bekerja?, dan terakhir mareka saling menyalahkan sendiri. Jadi ada ketidakwarasan yang sedang dipraktek saat ini terhadap uang Aceh dan ini sangat patut untuk dihentikan segera,” tegasnya.

Selain itu, Alfian menanggapi terkait pernyataan Ketua DPRA, Dahlan Jamaluddin, dimana masyarakat harus kritis. Menurutnya, masyarakat selama ini tetap masih kritis walaupun tidak ada yang bisa diharapkan, Eksekutif dengan Legislatif sama saja saat ini, kritisnya masyarakat karena posisi DPRA sudah disfungsional dan tidak berdaya.

“Seharusnya mereka tegas jangan juga masuk jadi bagian bancakan APBA selama ini. Kalau DPRA konsisten, maka masyarakat bisa diam tapi saat ini tidak bisa dipercaya. Makanya masyarakat kritis dan menelusuri apa kerja mareka selama ini,” terangnya.

Menurutnya, kalau Eksekutif dan Legislatif ingin membangun Aceh tanpa kepentingan ekonomi sendiri, maka MaTA mengusulkan supaya rumah dhuafa di anggaran tahun 2022 dapat dibangun 12.000 unit dan insentif nakes yang cukup. Sehingga, di akhir tahun tidak muncul bancakan lagi, agar penyelewangan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) yang terjadi di 2021 tidak berulang dan para pembajak APBA dapat dihapuskan.

“Saya pikir perlu ada ketegasan sehingga kita juga ingin melihat siapa sebenarnya yang serius mau bangun aceh saat ini. apa lagi Pemendagri No 22 tahun 2021 tentang pedoman penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk tahun 2022 sudah di keluarkan. Jadi Eksekutif dan Legislatif sudah bisa mempercepat pembahasannya sehingga hak hak masyarakat aceh atas pembagunan tidak ditunda lagi untuk mendapatkannya,” pungkas Alfian. []

spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Must Read

- Advertisement -spot_img

Related News

- Advertisement -spot_img