Nukilan.id – Serapan Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) yang sebelumnya dikatakan masih rendah dan jauh dari target Pemerintah Aceh berdasarkan data resmi yang dipublikasikan di situs Percepatan dan Pengendalian Kegiatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (P2K-APBA) https://p2k-apba.acehprov.go.id/v1/index.php milik Pemerintah Aceh.
Total pagu anggaran 2021 sebesar Rp16,445 triliun, sampai Rabu (8/9/2021) APBA baru terealisasi sekitar 35,72 persen dengan rincian realisasi keuangan 35,7 persen dan fisik baru 40 persen.
Mendalami wacana APBA Perubahan (APBA-P), Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian saat dihubungi, Jumat (10/9/2021) mengatakan, catatan MaTA secara penyerapan Anggaran paling adalah untuk belanja Aparatur itu selalu habis setiap bulan sudah itu malah normal, sedangkan belanja untuk publik ini menjadi persoalan.
“Nah, kalau kita lihat logika dalam konteks anggaran berbasis kinerja artinya anggaran yang sudah dikeluarkan oleh Pemerintah Aceh untuk belanja aparatur itu tidak sebanding apa yang mereka kerjakan untuk pelayanan dan program bagi rakyat Aceh,” ucapnya.
Artinya, kata Alfian, belanja untuk aparatur selalu habis, dan belanja untuk publik selalu terjadi Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) atau dengan posisi sekarang baru terealisasi 40%.
“Problem yang paling mendasar yaitu adalah, ini bukan soal teknis sehingga proses penyerapan Anggaran itu rendah, tapi ini problem politicalwil, karena kami melihat bahwa Gubernur Aceh ini tidak punya visi untuk Aceh sendiri, artinya yang terjadi tontonan oleh rakyat Aceh adalah soal konflik dan DPR,” tegasnya.
Hal terpenting menurut Alfian dalam penyampaiannya, dan untuk soal teknis APBA-P guna penyerapan anggaran itu pasti ada solusi, dalam hal ini juga sejauh mana konsistensi, komunikasi dari para pemimpin berbicara sesuai aturan karena menyangkut soal penyerapan anggaran untuk lebih dipercepat.
“Selama eksekutif dan legilslatif memiliki visi misi yang sama untuk rakyat Aceh itu akan terjadi APBA-P, Namun jika terjadi manuver-manuver jahat. Publik sudah tahu siapa pelakunya dan siapa aktornya,” ujarnya.
Misalnya kasus Apendik, sebut Alfian, Gubernur Aceh tahu sebelum proses dirancangan awal, tapi karena sudah ketahuan oleh publik, dan termasuk ketahuan oleh BPKP akhirnya Gubernur minta dibatalkan. Artinya apa proses alokasi di awal ini memang ada item-item untuk niat jahat. Dan itu harusnya menjadi protes dan ditolak dengan tegas.
“Kesimpulan kita sampai hari ini bahwa Gubernur Aceh tidak punya Visi dan Misi ini yang sangat disayangkan,” tuturnya.
Sebab itu, Alfian mengatakan, selama eksekutif dan legilslatif memiliki visi misi yang sama untuk rakyat Aceh itu akan terjadi APBA-P. Namun, jika terjadi manuver-manuver jahat, publik sudah tahu siapa pelakunya dan siapa aktornya.[ftr]