Nukilan.id – Gubernur Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta Anies Baswedan, Ph.D mengapresiasi puisi karya Penyair Nasional asal tanah Gayo Salman Yoga S.
Apresiasi dan komentar orang nomor satu di Ibu Kota Negara itu disampaikan Anies Baswedan secara tertulis dalam buku “Antologi Puisi Penyair Nusantara Jakarta dan Betawi” yang diterbikan oleh TareBooks (Taretan Sedaya International).
Dari 110 penyair Nusantara dan 263 puisi yang terhimpun dalam buku yang diterbitkan untuk menyambut ulang tahun ke-494 Kota Jakarta tahun 2021 tersebut, Anies Baswedan mengapresiasi dan menyadur secara khusus puisi karya Salman Yoga S.
Bahkan apresiasinya dengan mengututip isi puisi karya Salman Yoga S sebagai pengantar buku atas nama Gubernur Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta.
“Karya ini merupakan sebuah hadiah yang luar biasa dari para penyair Nusantara untuk ulang tahun ke-494 Kota Jakarta tahun 2021 yang kita cintai. Ini hadiah yang sangat istimewa; ini keberkahan dan penghormatan tersendiri bagi kita,” kata Anies yang juga mantan Menteri Pendidikan pada periode pertama Presiden Jokowi itu seperti dilansir lintasgayo.co, Jum’at (9/7/2021).
Lebih lanjut disampaikan Anies Baswedan, Ph.D, “Menulis puisi bukan pekerjaan yang mudah. Banyak persyaratan yang harus kita perhatikan. Selain faktor minat dan kesenangan atau hobi, menulis puisi adalah keterampilan.
Mulai dari menentukan tema yang akan ditulis, sensitivitas rasa, memilih diksi, menentukan sudut pandang atau arah puisi, memilih gaya bahasa, atau menentukan bentuk/genre.
Keterampilan membuat puisi tidak datang ujug-ujug. Memerlukan latihan dan disiplin tinggi. Karena itu, ketika membaca puisi kita seperti membaca rangkuman peristiwa kehidupan yang kompleks dalam susunan diksi yang indah lagi imajinatif.
Misalnya dalam puisi berjudul “Merekah dalam Museum” karya Salman Yoga S. dalam buku ini:
Berabad-abad menghujam rekam
Waktu yang diingat lembar-lembar buku
Namamu disebut dan diubah berdasar jajah
Tetapi Betawi tetap Betawi
Rumpun tua yang menyebelahkan diri
Ke garis luar tapal batas
Ke ujung cahaya gemerlap kota
Ke tepi selendang ibu renta yang selalu setia
Menamatkan setiap sejarahnya”
Lenong membengong dalam hiruknya kaca bergambar
Ondel-ondel tak kuasa melirikkan mata
Mulutnya kaku tak berkata-kata
Tangannya melambai menggapai seperti nelayan yang akan tenggelam
Kemudian Anies membubuhkan komentar :
Puisi ini seperti menyadarkan kita tentang konteks historis dan sosial Jakarta dan Betawi. Para penyair dalam buku ini membuka cakrawala berpikir kita tentang permasalahan kota, permasalahan budaya Betawi, tentang masa lalu atau bahkan juga tentang harapan dan masa depan kota ini. Pada ulang tahun Jakarta kali ini dan dengan penerbitan antologi puisi ini, semoga kita bisa bersama-sama menghadirkan Jakarta sebagai kota yang ramah bagi anak bangsa dari mana pun. Agar menjelma menjadi kota yang bisa maju dan bisa membahagiakan warganya,” tulis Anies Bawesdan dalam pengantarnya yang berjumlah dua halaman lengkap dengan stempel resmi atas nama Gubernur Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta.
Buku “Antologi Puisi Penyair Nusantara Jakarta dan Betawi” diterbitkan atas kerjasama TareBooks Jakarta, Komunitas Literasi Betawi, Perkumpulan Rumah Seni Asnur dan Pemerintah DKI Jakarta, dengan editori dan curator Jimmy S Johansyah dan Sam M. Chan.[]