NUKILAN.id | Feature – Banyak orang mengatakan, Aceh memiliki 3 hal yang tak dimiliki daerah lain. Pertama, keistimewaan penyelenggaraan hukum syariat, kedua, bencana maha dahsyat stunami yang terjadi di penghujung tahun 2004, serta militansi masyarakat Aceh ketika perang melawan kolonialisme Belanda berikut konflik vertikal selama puluhan tahun yang menyertai sejarah panjang perjalanan negeri Seuramoe Mekah.
Hingga saat ini, histori perang Aceh masih menarik untuk diceritakan. Dalam berbagai literatur sejarah, perlawanan sporadis rakyat Aceh kala itu menjadi salah satu perang terlama yang pernah terjadi di Aceh, dan melahirkan banyak pahlawan yang terkenal. Salah satunya Teuku Nyak Arief.
Teuku Nyak Arief dilahirkan dari rahim seorang wanita hebat bernama Cut Nyak Rayeuk pada tanggal 17 Juli 1899 di Ulee Lheue, Kutaraja (sekarang Banda Aceh) pada tanggal 17 Juli 1899. Ayahnya bernama Teuku Nyak Banta, seorang Ulee Balang yang memiliki kedudukan sebagai Panglima Sago 26 Mukim wilayah Aceh Besar.
Dikutip dari situs Wikipedia, dahulunya Teuku Nyak Arief mengenyam pendidikan dasarnya di Volksschool (Sekolah Rakyat) Kutaraja, lalu melanjutkan pendidikannya di Sekolah Guru Kweekschool di Bukit Tinggi, dan menempuh jenjang berikutnya di Sekolah Pamongpraja OSVIA di Serang Banten. Konon, sekolah ini khusus diadakan oleh Belanda untuk anak-anak Raja dan Bangsawan dari seluruh Indonesia.
Sosok yang dianugerahi pahlawan nasional pada tahun 1974 ini memiliki kegemaran membaca, terutama yang menyangkut politik dan pemerintahan serta mendalami pengetahuan agama. Sejak usia muda ia telah aktif dalam dunia pergerakan, dan dikenal sebagai orator ulung.
Dalam karir di dunia gerakan, Teuku Nyak Arif pernah menjabat jabatan penting di sejumlah organisasi, seperti diangkat menjadi ketua National Indische Partij cabang Kutaraja. Setahun setelahnya ia menggantikan sang ayah sebagai Panglima Sago 26 Mukim. Kemudian pada tahun 1927 Ia diangkat menjadi anggota Dewan Rakyat Volksraad sampai dengan tahun 1931.
Teuku Nyak Arief juga merupakan salah seorang pendiri dan anggota dari Fraksi Nasional di Dewan Rakyat yang diketuai oleh Mohammad Husni Thamrin. Dalam berbagai kesempatan yang diperolehnya ini ia banyak memberikan sumbangan dalam bentuk perjuangan politik baik untuk kesejahteraan rakyat maupun kemerdekaan.
Sejak tahun 1932 Teuku Nyak Arif telah aktif memimpin gerakan bawah tanah menentang penjajahan Belanda di Aceh. Bersama Mr. Teuku Muhammad Hasan, ia mendirikan Perguruan Taman Siswa di Kutaraja pada tanggal 11 Juli 1937. Lembaga pendidikan yang diprakarsai oleh Ki Hajar Dewantara ini berfokus pada kegiatan-kegiatan peningkatan pendidikan di Aceh. Dalam lembaga itu, Teuku Nyak Arief sendiri berposisi sebagai sekretaris dengan ketuanya Mr. Teuku Muhammad Hasan.
Bersama Mr. T.M Hasan, ia juga turut mempelopori berdirinya organisasi Atjehsche Studiefonds (Dana Pelajar Aceh) yang bertujuan untuk membantu anak-anak Aceh yang cerdas tetapi tidak mampu untuk sekolah.
Teuku Nyak Arief dikenal memiliki jiwa nasionalisme yang begitu tinggi. Kecintaanya terhadap tanah air tak perlu diragukan lagi. Setelah menerima kabar tentang kemerdekaan RI, dia memanggil tokoh-tokoh penting Aceh. Dihadapan pemimpin-pemimpin itu Teuku Nyak Arief menyatakan sumpah setia kepada Negara Republik Indonesia, dan dilakukanlah pengibaran Sang Merah Putih pada tanggal 24 Agustus 1945 di depan Kantor Polisi Kepang (Kantor Baperis sekarang) oleh para pegawai bangsa Indonesia.
Dedikasinya terhadap perjuangan bangsa ini juga ditunjukkan menjual harta benda pribadinya termasuk segala perhiasan emas milik istrinya. Hal ini dilakukan untuk memikul biaya perang (perjuangan) yang semakin berat dan demi kelancaran perjuangan untuk mempertahankan tanah air Indonesia.
Pada tanggal 4 Mei 1946 pahlawan hebat ini wafat di Takengon. Sebelum meninggal ia sempat berpesan kepada keluarganya, “Jangan menaruh dendam, karena kepentingan rakyat harus diletakkan di atas segala-galanya”
Jasad almarhum dikebumikan di tanah pemakaman keluarga pada tepi sungai Lamnyong di Lamreung, Aceh Besar, dua kilometer dari Lamnyong, Banda Aceh. Sebagai penghormatan, nama beliau diabadikan sebagai nama jalan dimana ia dikuburkan.
—————-
Sore itu, Sabtu, 9 November 2024. Cahaya senja menerabas dedaunan ditengah semilir angin yang bertiup sepoi-sepoi di sekitar makam Teuku Nyak Arief.
Penulis menyapu pandangan sekitar. Sepi. Hanya ada dua orang wanita mengenakan kemeja PDH sebuah kampus terkenal di Aceh ditempat tersebut.
Di areal makam, terdapat puluhan pusara lainnya yang diketahui merupakan keturunan Teuku Nyak Arief sekaligus pejuang Aceh pada masa lampau.
Tak lama muncul seorang pria paruh baya berjalan terseok-seok ke arah penulis. Ia adalah Fauzi, seorang laki-laki yang telah menjaga makam Teuku Nyak Arief selama 16 tahun.
“Kiban? Peu na yang jeut lon bantu? (Bagaimana, apa yang saya bantu),” ucap Fauzi ramah sembari menjabat tangan penulis. Dalam kesempatan itu penulis juga menjelaskan maksud dan tujuan mengunjungi makam Teuku Nyak Arief.
Kala menjabat tangan penulis, tangannya bergetar. Fauzi mengaku telah menderita stroke sejak 8 tahun lalu. Meskipun dalam keadaan sakit, ia rutin membersihkan areal makam Teuku Nyak Arief agar tetap terawat.
Fauzi menjelaskan makam Teuku Nyak Arief ramai dikunjungi setiap peringatan hari kemerdekaan RI dan hari pahlawan. Selain itu, makam pahlawan nasional ini juga ramai di ziarahi keluarganya setiap bulan Mei untuk memperingati hari kematiannya. Selain di Banda Aceh, keturunan Teuku Nyak Arief juga diketahui ada yang telah menetap di Medan.
“Tradisi Haul ini rutin dilakukan oleh keluarga Teuku Nyak Arief setiap bulan Mei untuk menghormati almarhum,” tutur Fauzi.
Fauzi mengaku selama ini pemerintah memiliki kepedulian terhadap keberadaan Teuku Nyak Arief ini. Pemeliharaan makam ini merupakan tanggung jawab Kemensos RI dan Dinas Sosial Aceh. Selain itu, dirinya juga memperoleh sedikit insentif dari pihak terkait yang diperoleh secara berkala.
“Untuk tahun ini saya berharap pemerintah dapat melakukan pembaharuan cat pagar makam yang sudah mulai terkelupas,” harap Fauzi.
Dalam kesempatan itu, ia meminta kepada pengunjung untuk menjaga areal makam dengan tidak membuang sampah sembarangan.
“Harapan ini saya sampaikan agar kita dapat merawat sama-sama makam Teuku Nyak Arief. Selain itu, saya juga minta kepada pengunjung untuk memberitahukan keinginannya berkunjung kepada saya. Bukan apa bang, kadang-kadang pengunjung yang datang asal masuk saja tanpa minta permisi,” tutur Fauzi.
Selain destinasi wisata sejarah, makam Teuku Nyak Arief juga ramai dikunjungi oleh mahasiswa. Selain dalam rangka tugas kuliah, mereka juga bertujuan untuk mengetahui sejarah perjuangan Teuku Nyak Arief sebagai pahlawan nasional.
Hal tersebut disampaikan dua orang mahasiswi Universitas Getsempena Bangsa, Rizki Mahbengi, S dan Rahma Rejeki, yang mengaku sedang menyelesaikan tugas kuliah menggali sejarah Teuku Nyak Arief. Keduanya berasal dari daerah yang sama, Takengon.
“Selain tugas kuliah, kami juga ingin memperkaya wawasan tentang sejarah perjuangan Teuku Nyak Arief berikut kontribusinya dalam memerdekakan bangsa kita,” ujar Rizki yang diamini Rahma.
Bagi pengunjung yang ingin mengunjungi makam Teuku Nyak Arief dan mengenal lebih dekat tentang patriotisme almarhum, komplek makam ini dibuka setiap harinya. Komplek makam ini berada dipinggiran Kota Banda Aceh, tepatnya di jalan Teuku Nyak Arief, Gampong Lambreung, Aceh Besar.
Penulis: Boim