NUKILAN.ID | LHOKSEUMAWE – Di tengah kuatnya adat dan nilai-nilai Islam di Tanah Rencong, tradisi jeulame atau mahar dalam pernikahan kini memunculkan diskusi hangat di kalangan anak muda Aceh. Bagi sebagian, mahar adalah simbol kesungguhan dan penghormatan calon suami kepada calon istri. Namun, bagi lainnya, tradisi ini mulai terasa seperti beban sosial yang menghalangi niat baik untuk menikah.
Eka, mahasiswa UIN Syarifuddin Natsir (UIN SUNA) Kota Lhokseumawe, saat diwawancarai di Siaran SPADA Pro2 RRI Lhokseumawe pada Kamis (16/10/2025), berpendapat bahwa makna mahar seharusnya tidak direduksi menjadi sekadar ukuran materi.
“Mahar itu sebenarnya bentuk simbolis dari kesungguhan seorang laki-laki. Tapi sekarang, banyak orang yang menilai dari jumlah uang atau barang yang diberikan, bukan dari makna ketulusannya,” ujar Eka dikutip Nukilan.id pada Sabtu (18/10/2025).
Pandangan serupa disampaikan Khofifah, rekan satu kampus Eka. Ia menilai bahwa faktor sosial dan budaya sering kali membuat masyarakat salah memahami makna mahar.
“Kadang keluarga merasa gengsi kalau mahar anaknya terlalu kecil. Padahal dalam Islam, yang penting itu keikhlasan dan kemampuan, bukan besar kecilnya mahar,” jelasnya.
Menurut Khofifah, pandangan keliru terhadap nilai mahar bisa menimbulkan dampak sosial yang lebih luas, seperti meningkatnya usia pernikahan hingga munculnya anggapan bahwa menikah hanya bagi mereka yang mampu secara finansial.
Fenomena ini kemudian mendorong kalangan mahasiswa dan tokoh muda Aceh untuk menyerukan perlunya edukasi budaya yang lebih bijak dalam memahami tradisi mahar. Bagi mereka, adat tetap harus dijaga, tetapi perlu disesuaikan dengan realitas sosial dan ekonomi masyarakat saat ini.
“Sudah saatnya masyarakat Aceh menimbang ulang makna mahar. Jangan sampai sesuatu yang mulia dalam agama justru menjadi penghalang bagi niat baik,” tutup Eka.
Dengan akar budaya Islam yang kuat, Aceh diharapkan mampu menjaga keseimbangan antara pelestarian adat dan kemudahan bagi generasi muda yang ingin membangun rumah tangga. Tradisi jeulame semestinya menjadi lambang cinta dan tanggung jawab, bukan batu sandungan bagi mereka yang ingin memulai kehidupan baru. (XRQ)
Editor: Akil