NUKILAN.id | Banda Aceh – Dalam belantika politik lokal Aceh, sosok Mualem telah menjadi pusat perhatian yang tak terelakkan. Dengan magnetnya yang khas, ia telah menorehkan jejak yang menggetarkan dalam setiap kontestasi pemilihan kepala daerah (Pilkada). Meskipun pernah merasakan pahitnya kekalahan dalam Pilkada 2017, keberadaannya masih memunculkan kecemasan dan ketakutan bagi lawan politiknya, menciptakan apa yang disebut sebagai ‘Mualem Effect’.
Saat ini, Aceh memasuki babak baru dalam Pilkada tahun 2024, dengan Mualem kembali menjadi fokus utama. Berbagai survei elektabilitas dan popularitas menunjukkan bahwa Mualem terus mendominasi panggung politik lokal. Namun, pertanyaannya adalah apakah keberhasilan akan terus berpihak padanya, ataukah ia akan menghadapi kekalahan kembali?
Menyikapi fenomena ini, Nukilan.id berkesempatan untuk berbicara dengan Aryos Nivada, seorang Pengamat Politik dan Keamanan Aceh. Dalam wawancara yang dilakukan pada Jumat (3/5/2024), Aryos memberikan pandangannya yang mendalam terkait kemungkinan kemenangan atau kekalahan Mualem dalam Pilkada 2024.
“Aceh memiliki dinamika politik yang unik, dan Mualem telah menjadi salah satu tokoh sentral dalam dinamika tersebut.Meskipun pernah mengalami kekalahan, Mualem tetap memiliki basis yang kuat dan dukungan yang solid di kalangan masyarakat Aceh,” ujar Aryos kepada Nukilan.id pada Jumat (3/5/2024).
Aryos menambahkan bahwa meskipun Mualem memiliki keunggulan dalam elektabilitas dan popularitas, tantangan yang dihadapinya tidaklah sedikit. Tidak bisa diabaikan bahwa faktor-faktor seperti dinamika politik lokal dan peran elit berkuasa juga akan mempengaruhi hasil akhir Pilkada ini.
“Pilkada bukan hanya soal popularitas, tetapi juga strategi politik, koalisi, dan faktor-faktor lain yang bisa berubah sewaktu-waktu,” jelasnya.
Selain itu, Aryos mengatakan jika Mualem tetap berpasangan dari internal maka resistensi dari pusat sangat terlihat sekali. Bagi pusat memerlukan keseimbangan kekuasaan (balance of power) artinya harus memiliki kolaborasi etno nasionalisme dan nasionalisme. Kombinasi pasangan Mualem harus dari kalangan eksternal jika ingin restu pusat ke Mualem. Apalagi nilai tawar Mualem semakin lemah dimata elit berkuasa di pusat, indikator justifikasinya karena Mualem tidak mampu memenangkan Prabowo di Aceh.
“Mualem hanya mampu memenangkan Prabowo 20% suara di Aceh. Namun itu tidak cukup meyakinkan elit berkuasa di pusat mendukung dirinya. Dibutuhkan cara masuk, salah satunya memilih dari kalangan eksternal diluar Partai Aceh,” kata Aryos.
Menurut Pendiri Jaringan Survey Inisiatif tersebut kuncinya pada Mualem ketika memilih pasangan harus adanya chemistry (rasa saling terhubung), nyaman, dan sejiwa. Karena dirinya yang menjalankan roda pemerintahan bersama pasangannya.
“Jika memang internal pilihannya dan memiliki hal itu, maka hitungan konsekuensi pasti sudah di analisis dan prediksikan. Sosok mengemuka dalam diskusi di publik muncul nama Abu Razak dan Rocky,” kata Aryos.
Aryos berharap Mualem mengambil pasangan dari kalangan eksternal partai. Pertimbangan logisnya karena Mualem membutuhkan dukungan rezim berkuasa. Saat ini partai pengusung presiden terpilih 2024 meliputi Gerindra, Golkar, Demokrat, dan PAN. Oleh karena itu Mualem harus bisa melakukan gebrakan dengan melakukan konsolidasi semua partai tersebut.
“Catatatnya wajib disetujui secara konfrensi atau kolektif dari keseluruhan partai pengusung. Sangat sulit itu terjadi karena mereka memiliki kepentingan dan kebutuhan politik tersendiri,” ujar Aryos.
Menurut Aryos, Sekarang kuncinya tergantung dari komunikasi politik dan pendekatan Mualem kepada rezim berkuasa di pusat. Memang tidak mudah, intinya restu pusat harus didapatkan Mualem jika ingin melanggeng tanpa hambatan sebagai orang nomor satu di Aceh hasil Pilkada nantinya.
“Hal ini sejalan dengan teori ruang publik dari JĂĽrgen Habermas, yang dapat memberikan wawasan tentang bagaimana diskusi politik di ruang publik Aceh mempengaruhi persepsi publik, khususnya pemerintah pusat “elit pusat’ terhadap Mualem,” kata Dosen FISIP USK tersebut.
Jika dikaji secara bargaining position serta modalitas personal, kata Aryos Mualem selalu di atas bahkan tertinggi jika dibandingkan potensi kandidat lain yang maju. Akan tetapi modalitas besar terkadang tidak linier terhadap kemenangan. Hal tersebut terjadi dikarenaka banyak faktor pemicu sehingga tidak sesuai harapan “ekspektasi”. Boleh saja Mualem diatas kertas dominan namun pemenangnya belum tentu Mualem.
“Jika hitungan diatas kertas seperti itu, lantas apakah Mualem bisa tumbang di Pilkada 2024? Jika itu pertanyaannya maka jawabanya yaitu pada kekuatan modal finansial, dukungan pusat, kerja tim, strategi jitu, dan tak kalah penting yaitu kesadaran politik masyarakat Aceh dapat bersikap jernih dan cerdas,” kata Aryos.
Aryos mengingatkan bahwa, Mualem dihadapi pada kisah masa lalu yang belum usai. Ibarat musik klasik, isu masa lalu pasti akan didendangkan kembali setiap momentum Pilkada.
“Apa itu? Kaitan dengan isu kasus dana hibah 650 M, serta kasus lainnya yang belum terungkap. Tentunya hal itu juga harus dipikirkan oleh partainya maupun tim pemenangannya,” ungkap Aryos.
Disinilah dituntut pertimbangan matang memilih dan menentukan arah politik sebelum bersikap memutuskan pendamping Mualem di Pilkada. Jika mengambil dari kalangan partai politik maka harus bersiap siap pecah kongsih setelah terpilih. Itu hal baku dalam dinamika politik ketika pendampingnya dari kalangan partai politik.
“Jangan sampai terulang lagi, terlalu percaya diri juga tidak baik, apalagi mengangap lawan tidak memiliki power bertarung di arena Pilkada 2024. Jangan ada lagi sebutan sebutan pribahasa dengan benda mati atau hidup sekalipun Mualem akan menang,” tutup Aryos.
Reporter: Akil Rahmatillah