Nukilan.id – Wakil Ketua pansus BPBJ Drs. Abdurrahman Ahmad mengatakan ada beberapa permasalahan yang melatarbelakangi keterlambatan pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Aceh.
Itu disampaikan Abdurrahman Ahmad sebagai laporan panitia khusus (Pansus) DPR Aceh di Gedung paripurna, kamis, (30/12/2021)
Berikut penyampaian hasil Pansus BPBJ selama masa kerja 6 bulan:
A. Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan jasa Pemerintah
Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang
dan jasa melalui Penyedia yang sudah berlaku sejak diundangkan tanggal
2 Juni 2021 sementara baru dipublikasi oleh LKPP RI pada laman
https://jdih.lkpp.go.id/regulation/peraturan-lkpp, yaitu tanggal 10 Juni 2021
(sebagaimana keterangan Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa Setda
Aceh: Said Anwar Fuadi
B. Keterlambatan proses pengadaan barang dan jasa Pemerintah Aceh,
khususnya terkait dokumen persiapan pengadaan disebabkan
keterlambatan intervensi dari surat Sekretaris Daerah Aceh nomor
602/9676 tanggal 24 Mei 2021 perihal Percepatan Penyampaian Dokumen
Persiapan Pengadaan Barang dan jasa APBA T.A 2021.
C. Kecenderungan pelanggaran/kecurangan/rekayasa persekongkolan yang
terjadi dalam proses pengadaan barang dan jasa Pemerintah Aceh adalah
mengakomodasi kepentingan pihak-pihak tertentu dan menghasilkan
keputusan yang merugikan masyarakat publik.
D. Tata kelola pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Aceh juga menjadi
suatu permasalahan yang perlu disikapi, dimana masih terdapat
penyimpangan terhadap peraturan/ketentuan yang ada bahkan diduga
penyimpangan terhadap SOP yang ada pada UKPBJ/Biro Pengadaan
Barang dan Jasa Pemerintah Aceh.
Pemeriksaan Fakta di Lapangan
Permasalahan kinerja pengadaan barang dan jasa Pemerintah Aceh
tahun 2021 mengalami penurunan yang sangat signifikan berdasarkan fakta
temuan dari Pansus Biro Pengadaan Barang dan Jasa DPR Aceh, dengan
garis besar temuan sebagai berikut :
1. Ditemukan: tidak adanya pemahaman yang sama antara UKPJ dengan
semua SKPA tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah. Dalam
hal ini ditemui kompetensi SDM pengadaan barang dan jasa pemerintah.
2. Ditemukan: kinerja pokja sangat buruk dalam pemilihan penyedia hal ini
dapat diketahui dari data LPSE, contohnya: waktu evaluasi yang
berlarut-larut dan mengalami perubahan berulang kali hal ini
bertentangan dengan SOP (Nomor 602/08/2019 tanggal 31 Desember
2019).
3. Ditemukan: Pokja pemilihan melanggar peraturan/ketentuan evaluasi
pengadaan barang dan jasa dengan menetapkan pemenang tender
(pekerjaan konstruksi dan jasa lainnya) yang tidak lagi memiliki Sisa
Kemampuan Paket (SKP) sebagaimana yang dipersyaratkan.
4. Ditemukan: tidak adanya dokumen perencanaan pengadaan dari
dinas/instansi terkait, padahal rencana dan biaya penyusunan dokumen
persiapan pengadaan telah direalisasi pada tahun 2020. Hal ini
mengidentifikasikan adanya penggunaan APBA yang tidak
menghasilkan output (dokumen persiapan pengadaan) dan
mengakibatkan kebocoran keuangan Pemerintah Aceh.
5. Ditemukan: Kinerja pokja pemilihan yang sangat buruk dalam
pelaksanaan pemilihan penyedia, melakukan indikasi pengaturan,
penyimpangan proses, dokumen pemilihan bermasalah dan kesalahan
evaluasi, menyebabkan proses pemilihan yang bermasalah
mengakibatkan tender batal/gagal, selanjutnya dilakukan hal yang
sama secara berulang. Kinerja pokja pemilihan tersebut serta indikasi
pengaturan untuk tujuan tertentu (selain tujuan PBJ) mengakibatkan
kerugian/pemborosan. Hal tersebut juga sangat berpengaruh kepada
keterlambatan proses pengadaan barang dan jasa pemerintah dan
minimnya serapan APBA Tahun 2021.
6. Ditemukan: lambatnya pelaksanaan pemilihan menyebabkan
terlambatnya kontrak yang berdampak kepada berkurangnya waktu
pelaksanaan pekerjaan. Dampaknya adalah waktu pelaksanaan
pekerjaan yang terbatas mengakibatkan kualitas pekerjaan tidak
optimal.
7. Ditemukan: tidak adanya penguatan/tindaklanjut regulasi untuk
penanganan pekerjaan yang tidak selesai di tahun anggaran 2021, hal
ini mengakibatkan akan terjadinya pemutusan kontrak diakhir tahun
anggaran dan akan membuat sarana dan prasarana yang direncanakan
tidak akan fungsional.
8. Ditemukan: adanya paket-paket pekerjaan yang dibatalkan akibat
keterlambatan pelaksanaan tender oleh pokja yang mengakibatkan
waktu pelaksanaan pekerjaan tidak lagi mencukupi.
9. Ditemukan: lambatnya Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP)
dalam merespon laporan/pengaduan masyarakat terkait pengadaan
barang dan jasa pemerintah.
10. Ditemukan: adanya isu kecenderungan pelanggaran/kecurangan/
rekayasa argumentasi didalam pengadaan barang dan jasa pemerintah
mengidentifikasikan pada rangkaian perbuatan yang mengakomodasi
kepentingan pihak-pihak tertentu yang terwujud dalam bentuk praktek
korupsi atau penyuapan (bribery), nepotisme atau kronisme yang
meruntuhkan hak dan harapan masyarakat Aceh.
Lanjutnya Tidak tepatnya tindakan Pemerintah Aceh didalam pelaksanaan
pengadaan barang dan jasa menyebabkan tidak optimalnya serapan
anggaran belanja tahun anggaran 2021 dan menghasilkan SiLPA
mencapai angka triliunan rupiah. Hal ini sangat merugikan masyarakat
Aceh yang sedang berusaha keluar dari predikat provinsi termiskin se-
Sumatera.[]
Reporter : Hadiansyah