Thursday, May 16, 2024

Lama Disimpan, Darah Transfusi Membahayakan ?

Nukilan.id – Memperoleh transfusi dari darah segar atau stok darah yang belum disimpan terlalu lama jauh lebih aman daripada darah yang berumur lama. Studi terbaru mengindikasikan, pasien yang diberi transfusi dari stok darah yang disimpan 29 hari atau lebih memiliki risiko dua kali lipat mengalami infeksi dibandingkan dengan mereka yang memperoleh darah baru.

Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat  (FDA) sejauh ini telah menetapkan bahwa darah tranfusi hanya boleh disimpan hingga maksimal 42 hari dan harus dibuang bila melewati batas waktu tersebut. Namun, para ilmuwan dari Cooper University Hospital di Camden, New Jersey, menemukan bahwa stok darah yang disimpan hingga dua pekan kurang dari batas waktu tersebut masih berpotensi menimbulkan masalah.

Dalam riset yang dilakukan mulai Juli 2003 hingga September 2006, para ahli melacak 422 pasien yang dirawat di ruang perawatan intensif dan diberi transfusi darah. Dari hasil pemantauan terlihat, pasien yang memperoleh darah yang disimpan 29 hari atau lebih terserang infeksi saluran darah, radang paru-paru, infeksi saluran urine, infeksi katup jantung, sepsis (kondisi medis serius di mana terjadi peradangan di seluruh tubuh yang disebabkan oleh infeksi), dan infeksi lain. Kemungkinan atau risiko terserang infeksi tercatat hingga dua kali lipat dibandingkan dengan pasien yang menerima darah yang disimpan paling lama 28 hari.

Menurut peneliti, infeksi tersebut bukan disebabkan darah yang tercemar saat ditransfusi, melainkan disebabkan penurunan kondisi seiring berjalannya waktu, kata para peneliti itu.

Sel-sel darah merah yang disimpan mengalami perubahan sehingga mendorong pelepasan zat biokimia yang disebut sitokin yang dapat mengganggu fungsi kekebalan pasien dan membuat lebih rentan terhadap infeksi, kata para peneliti tersebut.

“Kami bukan berbicara mengenai hepatitis, HIV, atau yang lain yang ditularkan di dalam darah yang transfusikan, tetapi peningkatan kerentanan terhadap infeksi sebagai akibat dari transfusi,” ungkap salah satu peneliti, Dr David Gerber.

“Ada implikasi kebijakan penting untuk ini. Transfusi masih menjadi praktek medis penting,” kata Gerber yang temuannya dipresentasikan pada pertemuan American College of Chest Physisians.

Rata-rata umur darah yang digunakan dalam transfusi di AS adalah sekitar 17 hari, kata para peneliti. Gerber tak menganjurkan FDA untuk memperpendek kebijakan 42-hari, tetapi mengatakan, temuan ini dapat mengurangi jumlah pasokan darah yang tersedia.

Dr Richard Benjamin, pemimpin staf medis Palang Merah AS, menyatakan, studi tersebut memperlihatkan perlunya data lebih lanjut mengenai dampak usia darah pada hasil yang diperoleh pasien.

“Namun, penggunaan secara hukum transfusi darah memungkinkan prosedur medis dan operasi yang sebenarnya takkan dapat dilakukan akibat kehilangan darah. Banyak dokter dan pasien perlu mempertimbangkan potensi manfaat terhadap resiko kecil bahaya yang disebabkan oleh transfusi,” kata Benjamin dalam suatu pernyataan.

Studi tersebut bukan yang pertama mengindikasikan ancaman kesehatan kepada mereka yang memperoleh transfusi darah yang relatif lebih lama. Para peneliti di Cleveland Clinis di Ohio melaporkan pada Maret lalu bahwa pasien operasi jantung yang menerima transfusi darah yang disimpan lebih dari 14 hari lebih mungkin untuk mengalami komplikasi, termasuk masa kelangsungan hidup yang lebih singkat. [Kompas]

spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Must Read

- Advertisement -spot_img

Related News

- Advertisement -spot_img