NUKILAN.ID | BANDA ACEH – Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh, Azharul Husna, menilai banyak korban konflik Aceh menaruh harapan berlebihan terhadap kinerja Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh. Menurutnya, sebagian korban menganggap KKR sebagai solusi atas seluruh permasalahan mereka, padahal lembaga tersebut memiliki mandat yang terbatas.
“Segala jenis kebutuhan itu digantungkan pada KKR. Yang paling sering disuarakan adalah masalah kemiskinan, yang faktornya berlapis-lapis, selain karena struktural juga karena korban mengalami pelanggaran HAM masa lalu,” kata Husna dalam acara peringatan 20 Tahun Damai Aceh: Keadilan Transisi di pelataran Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh, Senin (11/8/2025) malam.
Ia menjelaskan, sesuai qanun, KKR Aceh hanya memiliki tiga mandat utama, yaitu pengungkapan kebenaran, pengambilan pernyataan, serta membuat rekomendasi untuk pemulihan dan rekonsiliasi. Untuk reparasi, KKR hanya berwenang memberikan rekomendasi, sementara pelaksanaannya dilakukan oleh pihak lain.
“Korban nggak pernah tahu bahwa mandat KKR itu hanya tiga. Jadi setelah pengambilan pernyataan, kompensasi dan rehabilitasi tak kunjung datang, itu jadi keluhan dan kemarahan, padahal KKR nggak punya mandat untuk itu,” ujarnya.
Husna menambahkan, ketidaktahuan korban dapat dimaklumi. Meski sosialisasi telah dilakukan, ia menilai mustahil semua pihak bisa terinformasikan.
“Undang-undang saja banyak yang nggak tahu, apalagi Qanun Aceh No 17 Tahun 2013 tentang KKR Aceh ini,” katanya.
Ia juga mengungkapkan, masih ada korban yang keliru memahami peran KKR. Sebagian mengira lembaga ini dapat menyalurkan bantuan seperti Badan Reintegrasi Aceh (BRA), sehingga mereka mengajukan proposal.
“Ini bukan salah korban. Kita tidak menyalahkan korban, tapi karena mereka terlanjur menganggap KKR sebagai solusi segala masalah,” ujar Husna. []
Reporter: Sammy