NUKILAN.id | Banda Aceh – Panggung politik di Aceh kembali memanas jelang pengumuman hasil resmi pemilihan umum 2024. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Aceh mengajukan laporan ke Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslih) Aceh terkait dugaan penggelembungan suara yang dilakukan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Kasus ini mencuat pada pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia Daerah Pemilihan (Dapil) Aceh 1. Dugaan tersebut disertai dengan data yang mengungkapkan indikasi serius penggelembungan suara mencapai puluhan ribu suara di lima kabupaten: Pidie, Pidie Jaya, Subulussalam, Banda Aceh, dan Simeulue.
Sejumlah pengurus PKS Aceh menyampaikan laporan tersebut secara resmi dalam kunjungan ke Panwaslih Aceh pada Rabu (13/3/2024). Mereka membawa data yang mengindikasikan perbedaan yang cukup besar antara hasil rekapitulasi suara dibandingkan dengan dokumen resmi penghitungan suara di tingkat Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), atau form model C1.
Berdasarkan traking data yang dilakukan oleh Nukilan, data tersebut menunjukkan potensi penggelembungan suara untuk PDIP di Dapil 1 Aceh yang tersebar di lima kabupaten/kota yang disebutkan.
Khairul Amal, Politisi Senior PKS Aceh, menegaskan pentingnya langkah hukum dalam merespons apa yang mereka anggap sebagai ketidakadilan dalam proses pemilu kali ini.
“Pertama dan terutama, kami tidak akan bergerak tanpa data yang solid,” tegas Amal saat memaparkan strategi partainya.
Berdasarkan analisis internal PKS, ditemukan kesamaan pola dalam indikasi penggelembungan suara yang terjadi baik di tingkat DPR maupun Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), serupa dengan yang teridentifikasi sebelumnya di Pidie dan Pidie Jaya.
Dari pengumpulan dan tabulasi data, PKS mengklaim adanya penggelembungan suara untuk PDIP sekitar 15 ribu suara di Pidie dan Pidie Jaya, serta 2 ribu suara di Banda Aceh.
“Ini merupakan hasil pencocokan dari dokumen C1 plano dengan hasil rekapitulasi di kecamatan,” jelas Amal, mengacu pada dokumen resmi yang menjadi acuan dalam proses penghitungan suara.
Menanggapi laporan tersebut, Safwani, Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Data dan Informasi Panwaslih Aceh, mengonfirmasi bahwa laporan PKS terhadap sejumlah pihak penyelenggara Pemilu di tingkat provinsi dan kabupaten/kota terkait telah diterima.
“Laporan dugaan penggelembungan suara terkait dengan calon DPR RI urutan 3 dari PDIP di Dapil Aceh 1 sudah kita terima,” ungkapnya.
Panwaslih Aceh sedang menangani laporan ini dan masih menunggu petunjuk dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Republik Indonesia mengenai tindak lanjutnya. Sementara itu, pihak PKS menyatakan telah menyiapkan langkah hukum sebagai respons terhadap apa yang mereka pandang sebagai ketidakadilan dalam pemilu kali ini.
Polemik ini kemudian memancing reaksi dari berbagai pihak yang menggarisbawahi pentingnya integritas proses pemilu. Kasibun Daulay, Praktisi Hukum, memperingatkan agar penyelenggara Pemilu, yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu, segera melakukan pengecekan silang atas dugaan temuan penggelembungan suara tersebut.
“Bila memang indikasi temuan penggelembungan suara itu terbukti, kita berharap agar penyelenggara Pemilu tegas agar dikembalikan hak suara caleg DPR RI dari PKS DAPIL Aceh 1 sebagaimana mestinya,” tegas Kasibun kepada Nukilan.id, Jumat, (15/3/2024).
Ia bahkan mengutip pasal dalam Undang-Undang Pemilu yang mengatur sanksi pidana bagi penyelenggara Pemilu yang lalai atau sengaja mengakibatkan perubahan dalam berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara.
Sementara itu, Mantan Komisioner Panwaslih Aceh, Nyak Arief Fadhillah Syah, mengungkapkan bahwa laporan dugaan pelanggaran administrasi pemilu oleh PKS di Dapil 1 Aceh sedang dalam proses penyelesaian sesuai mekanisme yang berlaku. Ia menekankan bahwa proses penanganan laporan harus memenuhi syarat formal materiil, seperti kesesuaian waktu pelaporan dan kelengkapan bukti.
“Jangan pernah membiarkan suatu dugaan pelanggaran pemilu tidak dilaporkan melebihi waktu 7 hari sejak anda mengetahui dugaan pelanggaran tersebut,” tegasnya, seraya menyoroti urgensi kepatuhan terhadap aturan main dalam proses pemilu.
Nyak Arief mengakui bahwa putusan akhir sangat bergantung pada kekuatan bukti yang diajukan oleh pihak pelapor.
“Bukti yang kuat dan mampu meyakinkan majelis adjudikasi sangat menentukan pertimbangan hukum majelis untuk mengabulkan atau menolak permohonan pemohon,” paparnya.
Dalam momentum krusial menjelang pengumuman hasil resmi pemilu, Bawaslu RI berkomitmen untuk mempercepat pengambilan keputusan atas berbagai perkara dugaan pelanggaran yang dilaporkan.
Anggota Bawaslu RI, Lolly Suhenty, menegaskan target penyelesaian perkara sebelum batas waktu pengumuman resmi hasil Pemilu pada 20 Maret 2024, kecuali untuk kasus-kasus yang lebih kompleks yang membutuhkan proses lebih lanjut di Mahkamah Konstitusi (MK).
Bawaslu RI mengklaim tidak mencatat adanya permasalahan signifikan dalam proses rekapitulasi penghitungan suara di tingkat nasional yang dilakukan oleh KPU RI. Namun, pihak yang merasa dirugikan tetap berhak mengajukan pelanggaran administrasi ke Bawaslu.
Di Aceh sendiri, proses penanganan laporan PKS terkait dugaan penggelembungan suara telah memasuki tahap lanjut di Panwaslih. Ketua Panwaslih Aceh, Agus Syahputra, mengungkapkan bahwa setelah menerima laporan, pihaknya melakukan pemeriksaan terhadap volume dan materi laporan, serta memanggil pihak terlapor untuk dimintai keterangan.
Namun, Agus menegaskan bahwa hasil akhir dari penanganan tersebut tidak akan mengubah posisi suara, melainkan hanya berkaitan dengan kesalahan prosedur yang terjadi. Jika dalam proses adjudikasi ditemukan penyimpangan atau penggelembungan suara, hasilnya akan dilaporkan ke MK.
Munawar Syah, mantan komisioner Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh, mengungkapkan kekhawatirannya terkait mekanisme yang akan digunakan dan konsekuensi dari keputusan yang akan diambil dalam penanganan laporan PKS. Meskipun demikian, ia menekankan pentingnya transparansi dan kejujuran dalam proses rekapitulasi suara di semua tingkatan.
Ketua Bidang Polhukam PKS Aceh, M Arnif, yang bertindak sebagai pelapor dalam kasus ini, menyatakan keyakinannya bahwa Bawaslu akan berada di garis kebenaran.
“Ribuan lembaran C Hasil sudah kita lengkapi dan kita antarkan ke kantor Bawaslu Aceh,” ujarnya saat memberikan keterangan usai menjalani persidangan pada Senin (18/3/2024).
Polemik ini menunjukkan betapa pemilu sebagai pesta demokrasi masih menyisakan tantangan dalam menjamin integritasnya. Meskipun penyelenggara Pemilu dan lembaga pengawas terus berupaya memastikan proses yang adil dan transparan, dugaan pelanggaran seperti ini tetap mencuat dan memicu kontroversi.
Hasil traking data menunjukkan bahwa, kasus di Aceh menjadi sorotan karena melibatkan dua partai besar dengan basis pendukung yang cukup signifikan di provinsi tersebut. Keputusan akhir atas laporan yang diajukan PKS akan menentukan seberapa jauh kepercayaan publik terhadap proses pemilu ini dapat dipertahankan atau bahkan terguncang.
Bagi banyak pihak, integritas proses pemilu merupakan hal yang sangat fundamental dalam menjaga kelanjutan sistem demokrasi di Indonesia. Pengawasan ketat dan penindakan tegas atas dugaan pelanggaran dipandang sebagai kunci untuk memastikan bahwa suara rakyat benar-benar tercermin dalam hasil akhir Pemilu 2024.
Sementara proses hukum terus bergulir, yang menjadi perhatian utama adalah bagaimana penyelesaian kasus ini dapat memberikan keadilan bagi semua pihak dan menjaga kepercayaan publik terhadap proses demokrasi di Indonesia, khususnya di Aceh. Pemilu yang bermartabat dan bebas dari kecurangan adalah modal utama bagi keberlanjutan demokrasi dalam jangka panjang.
Sumber: Hasil traking data bekerja sama dengan Dialeksis.com
Editor: Akil Rahmatillah