Nukilan.id – Berdasarkan data dari Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Aceh, bahwa kekerasan seksual terhadap perempuan di Aceh masih sangat tinggi.
Hal itu disampaikan Devisi Advokasi dan Kompanye KontraS Aceh, Azharul Husna kupada Nukilan.id, Selasa (7/12/2021).
“Kita ketahui Aceh saat ini menerapkan Syariat Islam dan juga ada Qanun Aceh yang mengatur terkait hal tersebut, namun sampai hari ini kasus kekerasan seksual terhadap perempuan masih terlalu banyak,” ungkap Husna.
Husna menyebutkan, data korban yang melapor ke P2TP2A untuk triwulan 3 tahun 2021 ada sekitar 594 kasus kekerasan seksual di Aceh.
“Dan ini baru yang terlapor, belum lagi yang tidak melapor,” terangnya.
Menurut Husna, korban yang melapor ke P2TP2A itu ditentukan oleh dua hal, pertama aksebilitas korban yang mampu mengakses aparat penegak hukum ataupun pendampingan.
“Yang kedua kondisi dan situasi korban sendiri yang tidak mudah melaporkan, karena korban kebingungan, merasa malu, terintemidasi oleh keluarga dan lingkungan, ini menjadi suatu hambatan,” jelasnya.
Selain itu, Husna menjelaskan, faktor penyebab kekerasan seksual adalah budaya patriarki yaitu, sebuah sistem yang menempatkan laki-laki dewasa pada posisi sentral atau yang terpenting.
“Hari ini kita lihat budaya mengganggu perempuan itu dianggap biasa saja, padahal ini adalah pelaku pelecehan seksual yang lama-lama akan berkembang,” jelasnya.
Kemudian, kata Husna, adanya budaya kuasa yang disebabkan oleh faktor ayah dan anak, bos dan karyawan dan lain-lainnya.
“Sebenarnya budaya kuasa ini tidak apa-apa, namun ketika ada kedhaliman ini menjadi salah satu faktor penyebab kekerasan seksual.,” ujarnya.
“Karena hari ini banyak juga korban kasus kekerasan seksual itu dari lingkungan kampus, perkantoran dan keluarga,” sambung Husna.
Sementara itu, kata dia, kita ketahui bahwa Provinsi Aceh pernah dilanda konflik yang berkepanjangan, sehingga korban kekerasan seksual di masa lalu itu dapat berpeluang menjadi pelaku di masa depan.
“Terakhir, yaitu aturan yang berpihak terhadap korban kekerasan baik dari keadilan dan pemulihan. Aturan ini harus dipenuhi oleh pemerintah untuk menekan angka kasus kekerasan seksual di Aceh,” tutup Husna.
Reporter: Hadiansyah