NUKILAN.ID | BANDA ACEH – Ketua Partai Perjuangan Aceh (PPA), DR. Marniati, menyampaikan keprihatinannya terhadap masih ringannya hukuman bagi pelaku pembalakan liar atau illegal logging di Indonesia. Ia menilai ancaman pidana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (UU P3H)—mulai dari 3–5 tahun untuk pelaku perorangan dan 8–20 tahun untuk korporasi—belum sebanding dengan kerusakan yang ditimbulkan.
Menurut Marniati, kerusakan hutan akibat pembalakan liar telah memperparah bencana hidrometeorologi, seperti banjir bandang yang terjadi pada 26 November 2025. Peristiwa itu menyebabkan kerugian triliunan rupiah, merusak infrastruktur, menimbulkan tanah longsor, serta menghancurkan ribuan rumah, sekolah, dan jembatan.
“Ribuan nyawa melayang, hutan Aceh hancur,” ujarnya, menggambarkan betapa besar dampak bencana tersebut. Hingga kini, jumlah korban meninggal dunia hampir mencapai 1.000 jiwa.
Dalam kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke Aceh untuk meninjau langsung dampak bencana, Ketua PPA turut menyampaikan pesan agar pemerintah mengkaji kembali ketentuan hukuman bagi pelaku pembalakan liar. Ia mendorong agar undang-undang kehutanan diperkuat sehingga pelaku dapat dijerat dengan hukuman maksimal, termasuk pidana mati bagi pelaku terorganisir maupun korporasi besar.
Marniati menilai pembalakan liar sebagai bentuk “korupsi aset negara” sekaligus tindakan kekerasan yang tidak terlihat namun mematikan. Ia menyebut rekaman air bah yang membawa gelondongan kayu sebagai bukti nyata kerusakan yang telah berlangsung bertahun-tahun.
“Walau tidak nampak langsung seperti kasus pembunuhan atau intimidasi. Tapi dampaknya jauh lebih berbahaya dari itu,” tegasnya.
PPA berharap hukuman yang lebih berat dapat memberikan efek jera kuat bagi pelaku, baik individu maupun korporasi, sehingga praktik ilegal yang merusak hutan Aceh dapat ditekan secara signifikan.





