Nukilan.id – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Dahlan Jamaluddin, S.IP mengatakan, pembentukan panitia khusus (Pansus) barang dan jasa, akan membuka secara terang benderang kendala yang dihadapi, dan apakah ada kaitannya dengan mafia proyek?.
“Kita mengkawatirkan anggaran APBA (Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh) tahun 2021 yang cukup besar Rp16,9 triliun yang sudah memasuki triwulan 2 namun masih 12 % yang terealisasi,” kata Ketua DPRA Dahlan Jamaludin kepada media di Media Center Gedung DPR Aceh, Banda Aceh, Senin (5/7/2021).
Kata Dahlan, dengan dibentuknya pansus Biro Barang dan Jasa, sekaligus menjadi kerangka dan jawaban dari terkendalanya pelaksanaan realisasi anggaran APBA tahun 2021 ini.
“Apa yang terjadi dengan pengadaan barang dan jasa, ini perlu kita buka-bukaan dan perlu kita lihat secara terang benderang, ada apa sebenarnya yang terjadi dengan proses pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Aceh,” ujar Dia.
Menurut Dahlan, berbicara Penetapan anggaran APBA Rp16,9 Triliun, ditetapkan DPRA Desember 2020, namun memasuki triwulan kedua pogram yang terealisasi hanya 12%.
Ini harus ditelusuri dan memaksa Pemerintah Aceh agar merealisasi anggaran sesuai dengan perencanaan.
“Jika ini tidak terealisasi akan menjadi puncaknya pemerintahan yang maha Silva,” ungkap Dahlan.
Untuk itu–lanjutnya–perlu ditelusri apakah ada pihak barang dan jasa di ULP Pemerintah Aceh yang tersandera mafia proyek? Gubernur Aceh, dan Satuan Kerja Pemerintah Aceh (SKPA) juga tersandra dengan mafia proyek? DPRA akan masuk sejauh mungkin untuk membongkar ini semua dan ada apa sebenarnya di balik ini?.
“Untuk memastikan dan menelusuri bahwa pemanfaatan anggaran APBA di tahun 2021 bisa berjalan dan juga bisa di ungkapkan ke publik, apa permasalahan dan kendalanya? Apakah persoalanya ada diregulasi, mekanisme atau persoalannya memang di mafia proyek,” jelas Dahlan.
Dahlan menjelaskan juga, seperti kita ketahui bersama, dari laporan hasil Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan Aceh tahun 2020, SiLPA mencapai Rp3,9 triliun. Padahal tahun 2020 pemerintah Aceh melakukan reforcusing dan penyesuaian anggaran dalam bentuk perubahan fungsi penjabaran sampai dengan 4 kali.
“Berbicara aturan, lebih efektif dan efisien penggunaan anggaran dan lebih tepat sasaran sesuai dengan kebutuhan sampai terjadi pergeseran, tapi hasil akhirnya adalah terjadinya SiLPA yang maha besar. Dan ini terus terjadi di kepemimpinan pemerintahan Gubernur Aceh Nova iriansyah,” ujarnya.
Dahlan mengkuatirkan tahun 2021 menjadi puncak terbesar dana SiLPA di Aceh.
Pembentukan pansus–katanya–tidak boleh lebih dari 6 bulan dan seterusnya harus melaporkan hasilnya kepada pimpinan dan dibawa dalam paripurna DPR Aceh. []
Reporter: Irfan