Nukilan.id – Pengamat Ekonomi dan Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh, Dr Amri, SE, MSi menyatakan tingkat pertumbuhan ekonomi rendah dan kesejahteraan masyarakat Aceh tidak terwujud di bumi Serambi Mekkah. Ditambah lagi tingkat Kemiskinan yang tinggi, pengangguran tinggi, dan pemerataan ekonomi tidak terjadi di Aceh.
“Padahal Aceh memiliki hasil yang cukup banyak baik dari sektor Pertanian, perikanan, perkebunan, dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Misalnya, kopi, kina (bahan obat malaria), serai, emas, minyak bumi dan lainnya,” kata Dr. Amri dalam diskusi refleksi kinerja pembangunan ekonomi masyarakat Aceh akhir tahun 2021 di Elpe Kupi, Banda Aceh, Jum’at (17/12/2021).
Namun, kata dia, Provinsi Aceh tidak memiliki Cold Supply Chain dab Storage untuk keperluan perikanan, jadi harus diekspor dan dijual ke Sumatera Utara. Sehingga, tidak terjadi multiflyer effects (efek berganda) bagi masyarakat Aceh.
Ditambah lagi, kata dia, para investor tidak mau berinvesasi di Aceh, belum lagi hengkangnya para investor besar sekelas BRI, BNI dan Mandiri yang telah mampu menyentuh ekonomi masyarakat sampai ke seluruh pelosok perdesaan di Aceh.
“Misalnya Kawasan Industri Ladong (KIA) Ladong, sudah 15 tahun sampai hari ini belum beroperasi. Jadi uang yang berputar di Aceh adalah uang proyek-proyek APBN, APBA, APBK dan APBDes,” terang Dr. Amri yang juga mantan Sekretaris Magister Manajemen Sarjana USK itu.
Sehingga, kata dia, konsekuensi dari semua ini menyebabkan tingkat kemiskinan tinggi, pengangguran tinggi, pemerataan ekonomi tidak terjadi dan pertumbuhan ekonomi rendah.
“Atau dengan kata Lain kesejahteraan masyarakat tidak terwujud di Bumi Serambi Mekkah,” ungkap Dr. Amri yang juga pemegang sertifikat Planning dan budgting baik pada level nasional maupun internasional, dari Graduate Research Institute for Policy Studies (GRIPS) Tokyo Jepang itu.
Oleh karena itu, Dr Amri menyarankan, Pemerintah Aceh perlu mengedepankan mindset ekonomi dengan menjadikan Aceh sebagai pusat perekonomian. Selanjutnya, Sumber Daya Alam (SDA) yang berhasil dikelola tidak hanya dijual dilokal maupun nasional, namun juga bisa diekspor ke luar negeri untuk menambah nilai jual. Kemudian, menghidupkan pelabuhan ekspor yang ada di pesisir Aceh, dan menciptakan Aceh Creative Hub bagi generasi muda.
“Jadi harus ada road map dan exit strategi pasca dana otonomi khusus 2027, jika tidak diperpanjang lagi di Aceh. Karena nantinya Aceh di tahun 2023-2027 hanya akan menerima otsus di angka 1 persen setara dengan Dana Alokasi Nasional (DAUN),” terang Dr. Amri.
Sebab itu, Dr. Amri monegaskan, harus ada strategi pembangunan yang dapat membangkitkan taraf ekonomi masyarakat Aceh.
“Ayoo bangun Nusantara dari Pintu Barat Indonesia. Aceh Sejahtera, Indonesia Maju/Developed Country,” pungkas Pengamat Ekonomi dan mantan Sekretaris Magister Management/MM, Program PascaSarjana Universitas Syiah Kuala (USK) itu.
Reporter: Hadiansyah