NUKILAN.ID | BANDA ACEH — Sosok Teungku Muhammad Daud Beureueh kembali mencuat ke permukaan seiring usulan masyarakat Aceh agar namanya ditetapkan sebagai pahlawan nasional. Dukungan datang dari Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, yang menilai Daud Beureueh memiliki kontribusi besar dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Dalam keterangannya di Banda Aceh, Jumat (11/7/2025), Yusril menegaskan bahwa Daud Beureueh memainkan peran penting dalam melawan penjajah, baik Belanda maupun Jepang. Ia juga menjadi tokoh sentral dalam mengukuhkan Aceh sebagai bagian dari Republik Indonesia pasca-Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
“Begitu pula peran sentralnya dalam mendukung kemerdekaan RI dan menegaskan Aceh sebagai bagian dari Republik Indonesia. Tidak semua tokoh di Aceh gembira dengan Proklamasi Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945,” ujar Yusril mengutip Antara.
Menurutnya, pada masa itu masyarakat Aceh sempat terpecah: sebagian ingin mendirikan negara sendiri, sementara yang lain memilih tetap berada di bawah kekuasaan Belanda. Namun, Teungku Muhammad Daud Beureueh justru berdiri teguh mendukung Republik Indonesia. Ia berjuang melalui jalur politik, militer, hingga diplomasi demi mempertahankan kemerdekaan.
Mengutip catatan sejarah, Nukilan.id menemukan bahwa usulan agar Aceh diberikan status sebagai provinsi istimewa sempat dikabulkan Presiden Soekarno saat berkunjung ke Aceh pada awal 1946. Tak lama setelah itu, Daud Beureueh diangkat sebagai Gubernur Militer untuk wilayah Aceh, Langkat, dan Tanah Karo, dengan pangkat tituler Mayor Jenderal TNI.
Kedudukan itu kemudian ditegaskan melalui Keputusan Darurat Wakil Perdana Menteri RI untuk Sumatera, yang diteken oleh Sjafruddin Prawiranegara. Daud Beureueh secara otomatis dikukuhkan sebagai Gubernur Provinsi Aceh yang baru dibentuk.
Namun, pada 1950, keputusan darurat tersebut tidak mendapat restu dari Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan Menteri Dalam Negeri kala itu, Susanto Tirtoprodjo. Provinsi Aceh pun dibubarkan dan diintegrasikan ke dalam Provinsi Sumatera Utara.
Pencabutan status Provinsi Aceh itu justru menjadi beban politik bagi Perdana Menteri saat itu, Mohammad Natsir, yang juga berasal dari Partai Masyumi, sama seperti Sjafruddin dan Daud Beureueh.
“Celakanya, pencabutan Keputusan Darurat Wakil Perdana Menteri Sjafruddin itu harus dilaksanakan oleh Perdana Menteri RI yang baru, Mohammad Natsir. Padahal, baik Sjafruddin, Natsir maupun Daud Beureueh semuanya adalah tokoh Partai Masyumi,” ucap Yusril.
Ketika Natsir datang ke Aceh untuk menjelaskan keputusan tersebut, Daud Beureueh telah menyingkir dari ibu kota Kutaraja. Ia kemudian menyatakan pembangkangan terhadap pemerintah pusat.
Menurut Yusril, keputusan itu merupakan bentuk kekecewaan atas janji-janji pemerintah pusat yang tak kunjung ditepati. Meski sempat dititipi pesan oleh Natsir agar menahan diri, Daud Beureueh tetap melanjutkan perlawanan.
“Nasi sudah menjadi bubur,” kata Daud Beureueh kepada Natsir, sebagaimana dikutip Yusril. Ia memilih bergerak ke hutan dan baru pada 1953 mengumumkan berdirinya Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) di Aceh.
Meski Provinsi Aceh akhirnya kembali dibentuk pada 1956 dan dipisahkan dari Sumatera Utara, kepercayaan Daud Beureueh terhadap pemerintah pusat telah pupus. Namun Yusril menegaskan bahwa Daud Beureueh bukan pemberontak.
Belakangan, DI/TII Aceh pimpinan Daud Beureueh disebut bergabung dengan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) dan Republik Persatuan Indonesia (RPI) sebagai bagian dari PRRI-Permesta pada 1958.
“Dari fakta-fakta sejarah itu, Daud Beureueh mestinya tidak dianggap sebagai pemberontak yang ingin memisahkan Aceh dari NKRI. Beliau seorang Republikan yang kecewa dengan janji-janji yang tak kunjung diwujudkan para pemimpin di pusat,” tegas Yusril.
Karena itu, menurut Yusril, sudah saatnya sejarah Daud Beureueh ditulis ulang sebagai pejuang sejati Republik Indonesia. Dengan jasa dan pengorbanan yang telah diberikan, ia layak diberi gelar sebagai pahlawan nasional. (XRQ)
Reporter: Akil