Thursday, March 28, 2024

Kata Akademisi, Ini Sebab DPRA Minta Pj Gubernur Copot Sekda Aceh

Nukilan.id – Terkait permintaan DPRA untuk mencopot Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh, Taqwallah merebak pasca pelantikan Pj Gubernur Ahmad Marzuki. Memang kalau ditarik kebelakang hubungan eksekutif dan legislatif tidak seharmonis sekarang. Bisa dilihat dalam dua tahun terakhir hubungan kedua lembaga tersebut komunikasinya sangatlah buruk sampai ke interpelasi. Hingga molornya pembahasan dan kesepakatan anggaran, dan macetnya realisasi anggaran menyebabkan terjadi Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) begitu fantantis.

Hal itu disampaikan Akademisi Universitas Abulyatama (Unaya) Aceh Besar, Usman Lamreung dalam keterangannya kepada Nukilan di Aceh Besar, Jum’at (29/7/2022).

Ia menilai masalah ini juga disebabkan buruknya komunikasi yang seyogyanya menjadi tugas Sekda melakukan koordinasi dan komunikasi harmonis. Namun, itu tidak dilakukan, hingga terjadi kekisruhan dua lembaga yang mebawa citra tak baik pada masyarakat Aceh.

“Padahal Sekda itu merupakan pimpinan eksekutif tertinggi dalam menjalankan peran strategis pemerintahan Aceh dalam mewujudkan birokrasi yang ideal,” ujar Usman.

Ia menjelaskan, kerja Sekda itu menjalankan Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) sebagaimana diatur dan dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah.

“Nah, untuk menjalankan tupoksi tersebut Sekda Aceh harus punya kemampuan sebagai komunikator, koordinator, dinamisator, dan fasilitator dalam menjembatani dan membantu Gubernur selaku kepala daerah mewujudkan visi dan misinya,” jelas Usman.

Karena itu, kata dia, Sekda diberi tugas menyiapkan, menyusun dan menyepakati Program Legislasi Daerah (Prolegda) dengan DPRA. Tujuannya agar dapat menjaga kestabilan kinerja aparatur masing- masing SKPA untuk mensinergikan implementasi kebijakan daerah melalui program- program nyata sehingga masyarakat Aceh mampu berdaya saing dan mandiri.

“Menjalankan amanah dalam mengimplementasikan tugas dan fungsi tersebut, banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan Sekda dalam menjalankan program daerah. Secara teoritis ada faktor yang mempengaruhi kerja Sekda yaitu faktor lingkungan, nilai, sumberdaya, profesionalisme, politik dan birokrasi,” jelas Usman.

Kemudian, lanjutnya, kekuasaan seorang Sekda dari pengaruh faktor tersebut adalah kompetensi Sekda menjadi kekuatan utama dalam mengelola faktor- faktor yang mempengaruhi tersebut untuk lancar atau terhambatnya setiap implementasi kebijakan dalam pembangunan daerah.

“Inilah sisi lemah Sekda yang terjadi selama ini, hingga menyebabkan mosi tak percaya DPRA yang pada akhirnya muncul rekomendasi untuk copot Sekda,” terang Usman.

Menurutnya, copot atau tidak Sekda ada di tangan Pj Gubernur Aceh, Ahmad Marzuki, pastinya rekomendasi DPRA adalah sebuah pertimbangan. Selain itu,  pasti ada tim Pj Gubernur akan mengkaji dengan pertimbangan layak atau tidak sekda untuk diganti.

“Pj Gubernur Aceh pasti ada pertimbangan politik, dan pertimbangan lainnya, apalagi Pj Gubernur harus mengevaluasi para pembantunya yang tidak cakap, agar tata kelola birokrasi selama ini macet, tersumbat dan tersesat bisa kembali pada jalan yang benar,” harap Usman.

“Dan tata kelola birokrasi ada pada Sekda, apabila Sekda lebih sering turun kelapangan ketimbang membenahi tupoksi yang menjadi tanggungjawab dirinya, bagaimana tata kelola birokrasi berjalan dengan baik kedepan?,” tutup Akademisi Unaya itu. []

spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Must Read

- Advertisement -spot_img

Related News

- Advertisement -spot_img