NUKILAN.id | Banda Aceh – Kasus perceraian di Aceh menunjukkan tren peningkatan dalam beberapa tahun terakhir. Menyoroti fenomena ini, Nukilan.id menghubungi sosiolog Aceh, Masrizal, untuk memahami lebih dalam akar masalah dan peran berbagai pihak dalam mengatasinya.
Menurut Masrizal, faktor pendidikan, ekonomi, dan usia bukanlah penentu utama dalam kasus perceraian.
“Perceraian ini sedikit sekali dipengaruhi oleh faktor pendidikan, ekonomi, umur, maupun lainnya, karena kematangan berpikir setiap orang menjadi nilai tersendiri,” katanya kepada Nukilan.id, Jumat (20/12/2024).
Akademisi FISIP Universitas Syiah Kuala ini juga menyoroti peran institusi adat dan agama dalam mencegah perceraian di tengah perkembangan era modern. Ia menilai, media televisi dan media sosial yang berada di bawah pengawasan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Aceh memiliki potensi besar untuk membantu menekan angka perceraian melalui sosialisasi.
“KPID Aceh bisa meminta televisi dan radio yang bersiaran di Aceh agar memberikan kuota per hari satu hingga dua menit untuk mensosialisasikan dampak perceraian,” usulnya.
Selain itu, Mahkamah Syariah juga diharapkan aktif menyampaikan informasi terkait dampak perceraian melalui website resminya.
Lebih jauh, Masrizal menekankan pentingnya sinergi antara berbagai pemangku kepentingan, termasuk institusi keluarga, adat, media cetak maupun elektronik, dan instansi terkait.
“Yang lebih penting lagi adalah sosialisasi terhadap calon pengantin yang perlu diperkuat saat prosesi pernikahan,” imbuhnya.
Masrizal berharap semua pihak dapat mengambil langkah bersama untuk menekan angka perceraian di Aceh, mengingat dampaknya yang luas terhadap kehidupan masyarakat. (XRQ)
Reporter: Akil Rahmatillah