NUKILAN.id | Banda Aceh — Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis melalui “Statistik Kriminal 2023” menunjukkan lonjakan signifikan pada kasus pemerkosaan di Indonesia. Sepanjang 2022, tercatat 1.443 kasus tindak kejahatan asusila berupa pemerkosaan, meningkat 23,9 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang berjumlah 1.164 kasus.
Dari 34 Kepolisian Daerah (Polda) yang melaporkan data tersebut, Aceh menduduki peringkat pertama dengan 135 kasus, meningkat hampir dua kali lipat dari tahun sebelumnya yang hanya mencatat 70 kasus. Data ini mencerminkan tantangan serius dalam upaya pemberantasan kekerasan berbasis gender di provinsi yang dikenal menerapkan syariat Islam itu.
Namun, angka tersebut belum mencerminkan kondisi sebenarnya. Berdasarkan catatan Mahkamah Syar’iyah Aceh, jumlah kasus perkosaan di wilayah ini bahkan lebih tinggi dari data yang dirilis BPS. Komisi Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Aceh pun menyerukan pemenuhan hak korban secara maksimal, termasuk akses keadilan dan perlindungan.
Suraiya Kamaruzzaman, akademisi Universitas Syiah Kuala sekaligus aktivis perempuan Aceh, menyebut budaya patriarki sebagai salah satu akar permasalahan.
“Aceh saat ini memiliki budaya yang sangat patriarki, di mana peran perempuan seringkali dianggap subordinat dalam keluarga dan masyarakat. Hal ini menciptakan ketimpangan relasi kuasa antara perempuan dan laki-laki, yang berujung pada diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan,” ujar Suraiya kepada Nukilan.id, Minggu (8/12/2024).
Suraiya menyoroti penyampaian ajaran agama yang cenderung tidak menyeluruh sebagai salah satu pemicu.
“Perempuan diajarkan untuk tunduk kepada laki-laki, terutama suami, tanpa penjelasan lebih lanjut mengenai seperti apa suami atau pemimpin yang layak dipatuhi. Akibatnya, perempuan menjadi rentan terhadap kekerasan, baik secara fisik, emosional, maupun seksual,” jelasnya.
Lemahnya penegakan hukum juga memperburuk situasi. Banyak pelaku kekerasan yang tidak mendapatkan hukuman optimal, sehingga tidak menimbulkan efek jera.
“Akses perempuan terhadap keadilan juga masih terbatas, yang akhirnya membuat kasus-kasus kekerasan terus meningkat,” tambahnya.
Peningkatan kasus pemerkosaan ini menjadi alarm bagi semua pihak untuk segera bertindak. Penegakan hukum yang lebih tegas, penyediaan layanan perlindungan korban, serta perubahan pola pikir dalam masyarakat menjadi kebutuhan mendesak.
Komnas HAM Aceh mengingatkan bahwa hak-hak korban harus dipenuhi secara maksimal, termasuk dukungan psikologis dan bantuan hukum. Di sisi lain, pemerintah dan masyarakat diharapkan dapat bekerja sama mengikis budaya patriarki yang selama ini membelenggu perempuan.
“Tanpa upaya kolektif, lonjakan angka ini hanya akan menjadi awal dari persoalan yang lebih besar di masa depan,” tutup Suraiya. (XRQ)
Reporter: Akil Rahmatillah